Siapapun yang pernah membaca Konstitusi pasti memahami bahwa Pemilihan Umum di Indonesia dilaksanakan secara periodik dalam jangka waktu 5 tahun sekali sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Namun, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat lewat Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt .Pst seakan menganulir mandat konstitusi tersebut dengan menyatakan bahwa tahapan pemilihan umum tahun 2024 yang sudah berjalan harus diulang dan dihentikan dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Beberapa ahli hukum tata Negara menyebut putusan ini sarat akan kepentingan politis. Â Benarkah demikian?. Sebelum sampai pada kesimpulan, saya ingin mengajak pembaca memahami terlebih dahulu duduk permasalahannya.
Siapa Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Putusan PN Jakpus tsb?
Mengingat bahwa sengketa dimaksud adalah sengketa Perdata, maka setidaknya ada 2 (dua) pihak yaitu Penggugat dan Pihak Tergugat. Â Pihak Penggugat dalam kasus ini adalah Partai Prima, sedangkan Pihak Tergugat adalah Komisi Pemilihan Umum. Partai Prima atau yang dikenal juga dengan Partai Rakyat Adil Makmur adalah partai yang diinisiasi oleh sejumlah aktivis '98. Partai Prima dibentuk pada Juni 2021, namun sebelumnya Partai tsb telah eksis dengan nama Partai Kemajuan.
Apa yang menjadi gugatan Partai Prima?
Partai Prima mengajukan Gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) ke PN Jakarta Pusat dengan nomor register 757/PDT.G/2022/PN.Jkt.Pst pada tanggal 8 Desember 2022. Yang menjadi Objek gugatan adalah dirugikannya partai Prima oleh tindakan Komisi Pemilihan Umum  dalam proses verifikasi administrasi.
Dari sudut pandang hukum perdata, PMH (Perbuatan Melawan Hukum) atau onrechtmatige daad adalah tiap perbuatan yang melanggar hukum dan  membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Berbeda dengan Perbuatan Melawan Hukum dalam konteks hukum pidana yang sifatnya hukum  publik, PMH dalam konteks perdata hanya mengakomodir kepentingan pribadi saja. Dalam konteks kasus ini, maka Perbuatan Melawan Hukum yang didalilkan oleh Partai Prima secara Perdata juga seharusnya dimaknai sebagai pelanggaran terhadap kepentingan pribadi. Sehingga konsekuensi dari keputusan hakim seyognyanya juga hanya dalam rangka memulihkan keadaan pihak tergugat dan penggugat, dan tidak menyimpangi nilai-nilai yang berhubungan dengan kepentingan umum .
Setidaknya ada 2 hal yang didalilkan oleh Partai Prima sebagai kerugian. Pertama adalah kerugian materiil sebesar 500 juta rupiah, serta kerugian immateriil berupa kepentingan  hak Penggugat untuk menjadi partai peserta pemilu yang tidak dapat dipenuhi. Terhadap kerugian immateriil tersebut, penggugat (partai Prima) menyatakan dalam gugatannya agar tergugat dalam hal ini KPU dilarang untuk menyelenggarakan tahapan Pemilu dengan dalil agar tercipta kesamaan hak  dan keadilan bagi Penggugat.
Dari mana jangka waktu 2 tahun 4 bulan dan 7 hari muncul?
Jangka waktu tersebut adalah jangka waktu seluruh tahapan Pemilu 2024 sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024.
Apakah PN Jakpus memiliki kompetensi untuk memutus demikian?