Tulisan ini saya tulis setahun lalu, memang dalam rangka hari Kartini, dan mudah-mudahan belum ‘basi’ jika dire-posting sebagai tulisan perdana di kompasiana. Semoga berkenan ***** Saya mengunduh istilah seorang motivator bernama Pak Mario Teguh dengan ‘Poetry in Motion’ sebagai judul tulisan. Beberapa hari yang lalu, dalam rangka hari Kartini, seorang sahabat mengirimkan saya sebuah puisi yang indah seperti berikut,
Wanita cantik melukis kekuatan lewat masalahnya
tersenyum jika tertekan
tertawa disaat hati menangis
mendoakan disaat terhina
mempesona karena mengampuni
Wanita cantik, mengasihi tanpa pamrih
dan, bertambah kuat dalam setiap doa dan pengharapan
Indah bukan? Sahabat, bagaimana Anda memaknai untaian kalimat di atas? Bagi saya, kalimat tersebut menjadi pertanyaan-pertanyaan pada diri saya sendiri, sudahkah saya menjadi “wanita cantik” yang dimaksud. Betulkah saya sanggup tersenyum saat tertekan? Apakah bisa saya tertawa disaat hati menangis? Sudahkah saya mendoakan dengan ikhlas seseorang yang telah menghinakan saya? Bagaimana saya bisa mempesona dengan mengampuni? Mampukah saya mengasihi tanpa pamrih? Benarkah saya bertambah kuat dalam doa dan pengharapan saya? Malu hati saya, karena rasanya saya tidak (atau belum?) ’secantik’ itu. Sahabat, seringkali saya berpikir “Wah, kok sepertinya sulit sekali ya menjadi seorang wanita?”. Sebuah pertanyaan yang mungkin ‘naive’ dari seorang pribadi yang masih perlu banyak belajar seperti saya. Bahwa peran yang telah ditetapkan bagi setiap wanita sebagai sahabat, kekasih, dan ibu itu terlalu berat, bahkan (sepertinya) sulit sekali dan tidak mungkin dilakukan. Sesaat saya ragu, apakah mungkin saya memainkan peran seperti itu? Padahal, bukankah “Tuhan tidak menciptakan beban tanpa pundak?”. Juga, nasehat berikut tentunya sudah pernah Anda ketahui :
Diperlukan pribadi yang jauh lebih hebat, yang bisa menjadikan Anda seorang yang hebat
yang ditujukan untuk setiap wanita -the great woman behind the great man- Indonesia yang super. Dan itu termasuk saya ! Lantas kenapa saya masih merasa takut dan atau khawatir? Bukankah, kekuatan yang sesungguhnya tidak datang dari yang kita miliki, tetapi datang dari yang kita lakukan? Jadi, mungkin yang harus saya lakukan adalah berupaya lebih keras, sehingga peran-peran ‘wanita cantik’ itu bisa saya miliki hanya dengan melakukannya. Karena, setiap wanita adalah puisi yang bergerak, tanpa harus berparas cantik seperti para bintang film, atau bertubuh semampai bagai model kelas dunia, atau berkulit halus lembut bak putri keraton, tetapi karena setiap wanita sesungguhnya memiliki kemampuan hebat untuk menghebatkan. Sahabat, yang merupakan para ‘wanita cantik’ Indonesia, mungkin peringatan hari Kartini tidaklah harus dengan memakai kebaya ke kantor, atau bersanggul ria saat kondangan, atau beramai-ramai menyanyikan lagu ‘Ibu kita Kartini’, tetapi kembali menemukan kekuatan yang sesungguhnya telah Tuhan wahyukan saat kelahiran kita. ***** Semoga hari Kartini tahun ini pun tidak hanya berupa ‘ceremonial’ ataupun ‘ritual’ belaka ya, tapi dimaknai essensinya oleh para wanita Indonesia -termasuk saya, untuk menjadi wanita cantik yang sesungguhnya