"Jangan hanya jadi tukang gali", demikianlah statement keras Jokowi yang membukakan mata kita. Indonesia adalah negara kaya hasil tambang, sebuah berkat luar biasa yang tidak dimiliki semua negara di dunia. Sayangnya, makna dalam UUD 1945 yang menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara hanya tinggal omongan belaka. Sudah puluhan tahun kita hidup di negara kaya SDA, tapi tidak mendapatkan sepeserpun dari nilai tambah.
Mengapa hal yang merugikan negara ini didiamkan berlarut-larut? Memang sudah tercium bau busuk sejak dahulu yang seolah-olah tidak ingin diselesaikan. Celah basah ini sering digunakan oleh para elit politik dan elit partai untuk mencari cuan bagi kepentingan diri mereka sendiri. Dengan mengekspor mineral mentah, para "tikus" ini mendapatkan komisi. Ya... bukan sesuatu hal yang baru di negara kita.
Pentingnya melakukan hilirisasi
Hilirisasi sangat penting untuk dilakukan karena inilah yang menghasilkan nilai tambah bagi negara kita. Seperti saat kita membeli barang di supermarket, harga daging mentah tentunya lebih murah jika dibandingkan daging yang sudah matang di restoran. Perbedaan harganya juga sangat signifikan, bisa 2-3 kali lipat dari harga awal.Â
Untuk melakukan hilirisasi tidak segampang membalikkan telapak tangan. Negara harus menguasai mayoritas saham dari perusahaan tambang untuk bisa memastikan pembangunan smelter. Untuk menguasai mayoritas saham, maka negara harus membeli saham dari perusahaan-perusahaan tambang. Kerja keras yang dilakukan pemerintah mulai membuahkan hasil. Banyak perusahaan tambang mayoritas sahamnya dikuasai negara, salah satu yang familiar bagi kita semua adalah tambang Freeport di Papua.
Satu masalah selesai, masalah lain muncul. Untuk membangun smelter, negara kita belum cukup mampu dari segi teknologi dan khususnya finansial. Oleh sebab itu, melalui Menteri Investasi dan bkpm, Indonesia sedang gencar menarik investasi asing untuk membangun smelter.Â
Seolah tidak ada habisnya, pembangunan smelter juga diwarnai berbagai tekanan dari elit partai, negara lain, dan organisasi ternama dunia. Eropa seolah kebakaran jenggot dengan adanya hilirisasi ini. Tanpa bahan baku mentah dari Indonesia, industri bajanya tidak akan berjalan. Tekanan yang diberikan Eropa tidak main-main dengan membawa masalah ini ke WTO dan membatasi ekspor kita ke Eropa dengan UU-Anti Deforestasinya. Pertanyaannya apakah ini hanya akal-akalan negara Eropa untuk menjegal Indonesia?
Kuatnya tekad pemerintah Indonesia yang dikomandoi oleh Presiden Jokowi membuat Indonesia bisa bertahan sejauh ini. Hasil dari tekad kuat ini sudah mulai terlihat dari pendapatan negara yang meningkat. Sebelum adanya hilirisasi, pendapatan dari ekspor nikel mentah sekitar USD 3 miliar (sekitar Rp 46,5 triliun). Sekarang nilai ekspor nikel olahan sudah sekitar USD 33 miliar (sekitar 514 triliun). Ini baru satu komoditas saja yang diolah untuk mendapatkan nilai tambah di dalam negeri. Apa jadinya jika semua komoditas tambang diolah di dalam negeri?
Hasil Hilirisasi Tambang
Ternyata hilirisasi tambang tidak hanya berdampak bagi sektor pertambangan itu sendiri. Hilirisasi tambang membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat yang dahulu bekerja serabutan menjadi memiliki penghasilan yang tetap. Hal ini membuat masyarakat bisa melakukan aksi konsumsi dengan berbelanja. Selanjutnya, dari sikap konsumsi masyarakat akan memunculkan UMKM di sekitar lokasi yang meningkatkan kemandirian dan produktivitas daerah tersebut.