Mohon tunggu...
Remigius Septian
Remigius Septian Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Journalist, Writer, Thinker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Kopaska Evakuasi QZ8501?

31 Desember 2014   18:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14188768901955103233

Mencermati kisah SAR dari insiden QZ8501 Air Asia Indonesia beberapa hari lalu mungkin banyak pihak bertanya kenapa harus menerjunkan Komando Pasukan Katak? Padahal tim ini dikenal sebagai tim operasi yang sangat khusus. Pergerakannya pun tidak banyak diketahui orang.

Dilihat dari kemampuannya, tim yang bermoto Tan Hana Wighna Tan Sirna (Tidak ada hambatan yang tak bisa dilalui) ini memang dibentuk sebagai pasukan penempur laut khusus. Salah satu kualifikasi yang menjadi nilai lebihnya adalah segala urusan operasi yang berada atau berasal dari bawah laut, misalkan Underwater Demolition atau peledakan bawah laut, sabotase kapal dari bawah laut, termasuk operasi SAR bawah laut.

Kemarin (30/12), Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko secara resmi mengumumkan bahwa ia sudah memerintahkan Kopaska untuk turun langsung mencari apapun yang terkait dengan kecelakaan QZ8501 yang ada di perairan wilayah Pangkalan Bun. Kenapa harus Panglima yang berbicara soal Kopaska? Alasan paling dasar adalah karena Kopaska langsung digerakkan oleh Panglima TNI . Pergerakan operasinya pun, hanya diketahui tiga orang, Panglima TNI, Panglima Armada, dan komandannya.

Operasi evakuasi QZ8501 ini bukanlah operasi pertama yang dilakukan Kopaska.  Sala satu operasi evakuasi kecelakaan pesawat yang sukses dituntaskan adalah evakuasi Silk Air yang jatuh di Sungai Musi tahun 1997 silam. Penulis kebetulan mewawancara langsung anggota tim evakuasi saat penyusunan buku 50 Tahun Kopaska yang diterbitkan oleh Angkasa Magazine Editorial Dept.

Pesawat Silk Air yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Changi, Singapura tanggal 19 Desember 1997 hancur setelah jatuh di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Sesaat setelah jatuh, Kopaska diperintahkan untuk membantu proses evakuasi bangkai pesawat dan korban tenggelam. Dipimpin oleh Komandan Kopaska Armada Barat pada masanya, Letkol Amri, 14 orang yang dibagi ke dalam 2 tim langsung diterbangkan menuju Palembang.

Selama 1 bulan penuh Kopaska melakukan evakuasi bangkai pesawat. Kerasnya hantaman menyebabkan pesawat hancur berkeping-keping dan inilah yang menjadi salah satu kesulitan dalam evakuasi. Kesulitan lainnya adalah kuatnya arus sungai sehingga puing-puing pesawat telah hanyut terbawa arus air.

Langkah pertama yang dilakukan tim evakuasi seperti dituturkan salah satu anggota yang ikut dalam tim tersebut adalah menyisir aliran sungai untuk menentukan lokasi tenggelamnya pecahan kapal. Kemudian tim mengikatkan tali pada puing pesawat, tali tersebut disambungkan dengan sebuah benda semacam pelampung sebagai penanda.

Setelah diberi penanda, anggota tim lainnya bersama tim SAR, kepolisian, dan pihak Singapura mulai mengangkat pecahan kapal. Di hari ketiga evakuasi salah seorang anggota tim evakuasi dari Kopaska berhasil menemukan kotak hitam pesawat.

Evakuasi jatiluhur

Selang 6 tahun setelahnya di masa kepemimpinan Letkol Ary Kopaska Armada Barat berhasil menunaikan tugas evakuasi pesawat latih SF 260 Marcheti milik TNI AU yang jatuh di waduk Jatiluhur Purwakarta, Jawa Barat. Hanya butuh waktu 7 hari dengan 7 anggota tim untuk mengevakuasi bangkai kapal tersebut.

Salah seorang anggota tim menuturkan, evakuasi ini memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi karena walaupun tidak ada arus air namun kandungan lumpur di dalamnya sangat pekat. “Jarak pandang nol karena 1 meter di bawah permukaan air sudah lumpur semua,” ujarnya. Tim terpaksa harus meraba-raba bagian pesawat yang akan dipasangi penanda.

Untuk mengangkat badan pesawat latih tersebut Kopaska menggunakan floating bag yang berbentuk semacam balon besar. Alat tersebut diturunkan ke dalam air untuk kemudian dikaitkan di beberapa titik di badan pesawat.  Tim dipecah ke dalam 2 orang untuk menyelam secara bergantian. Tugasnya mengaitkan floating bag dan memompakan udara ke dalamnya.

Seorang anggota tim sisanya berperan sebagai operator di darat. Selain floating bag, di tiap sayapnya juga dipasang ban untuk membantu pengangkatan. Setelah keduanyaterpasang dan diisi udara, perlahan-lahan badan pesawat mulai naik kepermukaan untuk kemudian dievakuasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun