Mohon tunggu...
Hardi Baktiantoro
Hardi Baktiantoro Mohon Tunggu... -

Hardi Baktiantoro adalah penggila fotografi yang memiliki obsesi untuk membela tanah air Indonesia melalui penyelamatan orangutan dan hutan Kalimantan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Setiap Senin Pagi

8 Juli 2013   06:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap Senin pagi, anak - anak sekolah selalu upacara bendera. Dulu saya juga begitu waktu sekolah SD, SMP, SMA. Dengan semangat berbaris, menghormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Dampaknya sungguh dahsyat. Saya begitu mencintai Indonesia. Di Pramuka lebih ekstrim lagi. Bisa sampai menangis jika menyanyikan lagu semacam Padamu Negeri.

Masa sekolah usai, saya dihadapkan pada sebuah kenyataan yang benar - benar membuat gamang. Persoalannya adalah makan atau tidak makan, bertahan hidup atau mati. Seragam, bendera dan lagu - lagu perjuangan menjadi tidak relevan lagi.

Di perusahaan tempat saya bekerja, di sebuah perusahaan distribusi alat kesehatan, kita harus bisa menipu para dokter dan pengambil keputusan di rumah sakit agar memakai produk kita. Lalu mereka gantian menipu para pasien. Seperti sebuah mata rantai yang sambung menyambung menjadi satu. Ada juga mata rantai yang lebih rumit, tender atau proyek! Di sinilah nyawa manusia dimainkan oleh persekongkolan harga dan keuntungan. Ada suap menyuap dan korupsi di sana.

Saya sering merenungi kenyataan itu di tempat - tempat paling sepi seperti puncak gunung dan hutan rimba. Meskipun akhirnya berbuah pemecatan tapi saya justru bersyukur bahwa pada akhirnya saya bisa terbebas dari mata rantai kejahatan kemanusiaan dan kejahatan terhadap negeri yang aku cintai.

Semangat saya untuk mencintai Indonesia kembali membara ketika bekerja pada proyek kerjasama antara Pemerinta Indonesia dan Uni Eropa untuk konservasi kawasan ekosistem Leuser di Aceh dan Sumatra Utara. Lagi - lagi saya harus berani melihat kenyataan yang menyakitkan. Orang - orang, yang berpendidikan tinggi dan lulusan luar negeri itu ternyata sangat rakus uang. Mereka menggerogoti apa saja, mulai dari waktu, kertas, telepon, bensin, bibit pohon hingga duit proyek. Dari merekalah saya semakin mengenal proses korupsi uang proyek oleh pegawai dan pejabat pemerintahan, juga LSM. Pernah aku mencoba melawan, tapi hasilnya malah terdepak dari kantor. Aku hanya bisa menghibur diri dengan kelompok - kelompok masyarakat binaan. Dari kejauhan aku masih belum mengerti apa yang mereka upacarakan setiap Senin dengan pakaian seragam, hormat bendera dan menyanyi lagu perjuangan.

Proyek selesai, saya bergabung ke PF untuk memerangi perburuan dan perdagangan satwa. Tidak ada upacara bendera di sini, semua serba informal. Yang ada hanya kerja dan kerja. Di sinilah saya bisa mengaktualisasikan diri mencintai negeri ini. Meskipun harus berpartner dengan para pegawai pemerintah yang mengkhianati jabatan dan sumpahnya, tapi saya tetap jalan hingga sekarang di Pusat Perlindungan Orangutan.

Suatu hari di dealer sebuah mobil, saya melihat para karyawan upacara pagi yang singkat. Hanya berkumpul dan menyanyikan lagu Garuda Pancasila. Tiba - tiba saya merasa, ada sesuatu yang hilang dan aku rindukan, tak terkatakan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun