Perkembangan kecerdasan sosial anak usia dini sangat dipengaruhi oleh keterikatan, atau ikatan emosional antara orang tua dan anak. Kemampuan seorang anak untuk memahami, menganalisis, dan bereaksi terhadap lingkungan sosial termasuk kapasitas untuk berempati, berkomunikasi, dan bekerja sama disebut sebagai kecerdasan sosial. Menurut perkembangan manusia, ikatan yang stabil dengan orang tua, terutama sepanjang kehidupan awal, memberi anak-anak dasar psikologis yang mereka butuhkan untuk tumbuh dengan keterampilan sosial yang positif. Menurut teori keterikatan John Bowlby, anak-anak dapat merasa aman dan dihargai ketika mereka memiliki ikatan emosional yang stabil, responsif, dan konsisten dengan orang tua mereka. Seorang anak muda akan merasa cukup aman untuk menjelajahi lingkungan mereka dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain ketika kebutuhan emosional mereka terpenuhi dengan pengasuhan yang penuh kasih sayang.
Anak-anak yang memiliki keterikatan yang kuat dengan orang tua mereka tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan sosial. Anak-anak sering kali membangun fondasi yang stabil atau pijakan emosional yang kokoh ketika mereka melihat bahwa orang tua mereka selalu ada dan memperhatikan kebutuhan mereka. Menurut Hurlock (2011) Anak-anak dapat merasa aman dalam lingkungan sosial yang tidak dikenal berkat fondasi ini. Karena mereka tahu bahwa mereka dapat meminta bantuan orang tua mereka jika mereka merasa takut atau gugup, seorang anak muda dengan gaya keterikatan yang kuat dan positif, misalnya, akan lebih nyaman berinteraksi dengan teman sekelas di taman bermain atau di sekolah. Anak-anak merasa terdorong oleh lingkungan mereka, yang membuat mereka lebih mudah mempelajari keterampilan sosial seperti berbagi, bekerja sama, dan mengekspresikan emosi.
Di sisi lain, Meurut Diane (2014) anak-anak yang menunjukkan gaya keterikatan tidak aman, termasuk ambivalen atau penghindar yang tidak aman, sering kali kesulitan beradaptasi secara sosial. Karena kurangnya rasa percaya diri mereka terhadap orang lain, anak-anak dengan gaya keterikatan tidak aman mungkin enggan atau gugup saat berinteraksi dengan orang lain, atau mereka mungkin sama sekali menghindari situasi sosial. Seorang anak muda dengan keterikatan penghindar yang tidak aman, misalnya, mungkin tampak cukup mandiri, tetapi pada kenyataannya, mereka kesulitan untuk memercayai orang lain dan lebih suka menjauh dari interaksi yang intim. Karena anak muda tersebut tidak menerima contoh hubungan emosional yang sehat dari orang tuanya, pola keterikatan semacam ini dapat menghambat perkembangan kecerdasan sosial.
Selain itu, keterikatan memengaruhi bagaimana empati, aspek penting dari kecerdasan sosial, berkembang. Kapasitas untuk merasakan dan memahami emosi orang lain dikenal sebagai empati. Menurut Erfantinni (2019) Anak-anak yang mengalami ikatan emosional yang dalam saat mereka tumbuh dewasa cenderung lebih memahami perasaan orang lain. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang tua yang penuh perhatian memperhatikan kebutuhan fisik dan emosional anak-anak mereka, seperti menghibur mereka di saat sedih atau mengenali kegembiraan mereka. Anak-anak belajar memperlakukan orang lain dengan empati ketika mereka terbiasa dengan orang tua mereka yang menanggapi dengan empati. Seorang anak dengan gaya keterikatan yang aman, misalnya, akan lebih mudah berbagi mainan dengan teman-temannya karena mereka peka terhadap perasaan orang lain.
Selain itu, Menurut Santrock (2012) gaya keterikatan juga memengaruhi perkembangan komunikasi interpersonal. Anak-anak yang memiliki ikatan positif dengan orang tua mereka cenderung lebih suka berbicara dan mendengarkan orang tua, yang membantu mereka terbiasa berbicara dengan jujur dan terbuka. Selain berbagi pengetahuan, metode komunikasi ini juga berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ikatan emosional. Anak-anak yang memiliki komunikasi yang efektif dengan orang tua mereka belajar cara mengungkapkan emosi mereka dan memahami emosi orang lain melalui isyarat verbal dan nonverbal. Karena mereka terbiasa mengekspresikan dan bereaksi terhadap emosi dengan tepat, anak-anak dengan gaya keterikatan yang sehat akan lebih baik dalam membangun interaksi sosial.
Perkembangan jangka panjang dari kontrol emosi anak, komponen penting dari kecerdasan sosial, juga dipengaruhi oleh keterikatan yang aman. Anak-anak yang mampu mengendalikan emosi mereka---seperti kemarahan, ketidaksabaran, atau kesedihan---ketika berinteraksi dengan orang lain cenderung lebih diterima dalam lingkungan sosial. Kapasitas ini dipupuk pada anak-anak melalui pengasuhan yang responsif dan penuh perhatian, yang mengajarkan mereka untuk mengidentifikasi dan mengendalikan emosi mereka. Ketika seorang anak tidak senang karena tidak mendapatkan hadiah yang mereka inginkan, misalnya, orang tua yang responsif akan membantu mereka rileks dan memberi mereka nasihat tentang cara menangani emosi ini. Anak-anak membutuhkan pelatihan pengendalian emosi ini untuk terlibat dalam interaksi sosial tanpa mudah tersinggung atau marah.
Kesimpulannya, perkembangan kecerdasan sosial anak usia dini sangat dipengaruhi oleh keterikatan orang tua-anak. Selain memberi anak rasa stabilitas emosional, gaya keterikatan yang stabil menumbuhkan keterampilan sosial, empati, komunikasi, dan kontrol emosional. Anak-anak dengan keterikatan emosional yang kuat akan lebih siap untuk membangun hubungan positif dengan orang lain dan menghadapi berbagai masalah sosial di masa depan. Sebaliknya, gaya keterikatan yang tidak aman dapat menghambat perkembangan sosial anak-anak dan memengaruhi kapasitas mereka untuk terlibat dengan lingkungan sosial mereka. Oleh karena itu, untuk membantu perkembangan kecerdasan sosial anak-anak dengan sebaik-baiknya, orang tua harus menyadari peran mereka dalam menciptakan pola keterikatan yang positif.
Sumber Referensi:
Diane, E. P. (2014). Menyelami perkembangan manusia.
Erfantinni, I. A. H. (2019). Psikologi perkembangan anak.