Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Pendidikan Indonesia dengan tema Pemberdayaan Masyarakat Berbasis SDGs Desa dan MBKM melakukan kegiatan melestarikan budaya di Kelurahan Ledeng. Hal tersebut dilakukan karena Kelompok 32 berusaha mewujudkan point dari tema yang didapat, yaitu “Kelurahan Tanggap Budaya”.
Ledeng merupakan sebuah kelurahan di Kecamatan Cidadap, Kota Bandung. Kelurahan Ledeng mempunyai luas sekitar 189 hektar dengan jumlah penduduk kurang lebih 10.416 jiwa. Kelurahan Ledeng hanya dikenal oleh warga dengan Terminalnya saja. Tidak banyak yang tahu kalau di Ledeng tersebut terdapat sebuah gedung yang berisikan mata air yang memberikan suplai air bersih kepada banyak warga Bandung. Gedung tersebut adalah Gedong Cai Tjibadak.
Kelompok KKN-T 32 berinisiatif untuk mencari tahu sejarah dan potensi Gedong Cai Tjibadak. Kelompok kami bertemu komunitas CAI untuk menyusun sebuah wawancara yang nantinya akan dijadikan konten video yang akan dipost di akun instagram Kelurahan Ledeng. Bersama komunitas CAI, kami dituntun ke lokasi Gedong Cai Tjibadak. Setelah gerbang Gedong dibuka, kami membersihkan lokasi dari daun yang gugur dan sampah yang ada. Setelah itu, kami mengadakan wawancara dengan salah satu pegiat komunitas CAI yang turut menjaga kelestarian Gedong Cai Tjibadak bernama Kang Nugi.
Dikutip dari wawancara dengan Kang Nugi, berdasarkan dari beberapa sumber dan telegram Belanda pada saat itu, di abad 18-19 Kota Bandung memiliki populasi sekitar 75 ribu jiwa diantaranya 6 ribu masyarakat eropa yang hadir di Kota Bandung. Waktu itu Bandung dibawah kepemimpinan Bertus Coops, tidak memiliki sumber air bersih yang cukup. Waktu itu terjadi wabah kolera dikarenakan kurangnya air bersih. Bertus Coops memerintahkan insinyur Heetjans ahli infrastruktur untuk mencari sumber mata air.
Pada saat itu dimulai di Dago dan air hanya keluar sekitar 1 liter/detik. Setelah itu bergeser ke sebelah barat di kawasan Cidadap, Desa Hegarmanah, Jalan Cikendi, keluar air sekitar 8 liter/detik. Sayangnya belum cukup dan pada akhirnya mengarah ke paling utara ditemukan sumber air Tjibadak pada tahun 1921 yang saat ini namanya kelurahan ledeng kecamatan cidadap, pada saat dahulu namanya Nagrak. Ketika ditemukan, Debit air tjibadak sekitar 50 liter/detik. Masyarakat lokal membangun sendiri berdasarkan perencanaan orang-orang Belanda seperti insinyur Heetjans. Sumber air Tjibadak memenuhi surplus air sekitar 80% sehingga wabah kolera bisa teratasi dan kebutuhan masyarakat di kota bandung terkait air bersih bisa diatasi. Tjibadak diresmikan pada tahun 1921 di hari Rabu, 30 Desember dan dihadiri bupati Kota Bandung wiranatakoesoema V dan pejabat lainnya dengan penampilan atraksi kebudayaan wayang gong atau sekarang namanya wayang golek.
Tjibadak salah satu landmark Ledeng sebagaimana nama ledeng sendiri diadopsi dari nama Tjibadak yang merupakan bahasa Belanda yaitu Waterleiding Tjibadak 1921. Kata Leiding diadopsi menjadi ledeng yang artinya adalah pipa-pipa besar.
Tjibadak dapat menjadi potensi wisata sehingga harus dibangun kembali kesadaran masyarakat untuk segi ekonomi, kualitas peningkatan hidup, pendidikan karakter, dan menjadi ranah edukasi wisata yang dimanfaatkan masyarakat.