Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan Negara.Sebelum kita memulai suatu pembahasan, perlu disamakan dulu definisi dari suatu object yg akan dibahas, dalam hal ini adalah tema lomba karya tulis ini sendiri yaitu " Bagaimana Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil". Menurut penulis, tema tersebut bisa multi tafsir dan penafsiran penulis adalah sebagai beriktu:
1. Sistem yang mengatur keuangan negara belum memadai untuk menjamin kestabilan ekonomi. Selanjutnya penulis sebut Sistem.
2. Sistem yang ada sudah bagus, namun enforcementnya jelek sehingga sistem tidak berjalan sebagai mana mestinya sehingga perekonomian negara tidak stabil. Selanjuntnya penulis sebut Enforcement.
Resep untuk masing masing penafsiran jelas sangat berbeda, untuk penafsiran point 1, sistem, yang diperlukan adalah kebijakan moneter maupun fiscal atau kedua duanya dari Pemerintah sehingga terwujud peningkatan kwalitas sistem. Sedangkan resep untuk point 2, enforcement, adalah masalah kwalitas sumber daya baik manusianya maupun alat yang di deploy ( dikerahkan) serta masalah sinkronisasi manusia dan alat.Mari kita cari tahu apa yang telah terjadi dengan sistem dan enforcement dan resep pengobatannya:
A. System.
1. Salah satu pos pemakaian devisa adalah untuk intervensi pasar keuangan untuk menjaga kurs rupiah tetap stabil. Nilai devisa yang digunakan untuk intervensi secara tidak langsung merupakan subsidi kepada investor keuangan dalam tanda kutip, investor asing yang mengendalikan kurs. Hal tersebut bisa terjadi karena kita menganut sistem devisa bebas dengan kurs ditentukan oleh pasar, menurut hemat saya perlu di tinjau kembali kebijakan tersebut.Rupiah adalah soft currency tidak seperti USD yang beredar di seluruh dunia, sehingga sangat mudah bagi pemilik modal besar untuk mengatur pergerakan nilai tukar rupiah, seperti George Soros. Contoh, Malaysia sejak krisis 1998 menerapkan fixed exchange rate terhadap USD. Mungkin kita bisa menerapkan system kurs dengan range tertentu misal 10.500Â - 10.700 atau istilah batas atas batas bawah dan sebagainya.
2. Tidak ada kebijakan yg mendorong masyarakat international menggunakan mata uang rupiah. Kita selalu terpaku bahwa transaksi export sinonim dengan USD, sudah saatnya kita ajarkan bahwa export bisa dengan IDR. Paradigma export sama dengan USD perlu di ubah, lihat apa yang sedang dilakukan pemerintah China. Kunci untuk memaksa menggunakan rupiah bisa kita mulai dari penjualan barang atau jasa yg bersifat strategis. Sebagai contoh seluruh export barang migas dan mineral seperti emas, tembaga, nikel dan batu bara harus diexport menggunakan mata uang rupiah. Untuk jasa seperti jasa pelabuhan baik udara maupun laut. Dengan cara ini maka BI tetap bisa memperoleh devisa dan kurs rupiah akan terbantu dengan transaksi pembeli rupiah oleh asing.
B. Enforcement.
Salah satu bukti bahwa enforcement kita sangat jelek adalah kasus bank century. Kita semua masih ingat Pakto 88 yang semula misinya sangat mulia telah membuat bank bank di indonesia menggendong bom waktu, yang akhirnya meledak dan mencapai kulminasi di tahun 1998 membuat indonesia dalam krisis besar. Pengawasan yg lemah oleh bank central adalah biang utamanya. Sudah merupakan rahasia umum bahwa group business besar mendirikan bank dan melakukan barter pinjaman antar group untuk menhindari legal lending limit yang ujung ujungnya adalah non performing loan. Kenapa seakan akan non performing loan muncul dadakan pada saat itu? semestinya auditor bank indonesia saat itu dapat mendeteksinya. Semua non performing loan dibungkus dengan menggunakan metode bola salju yaitu bunga yang tdk bisa dibayar dikonversi menjadi pokok pinjaman melalui mekanisme yg sistematik sehingga pinjaman macet menjadi katagori lancar di neraca.
Namun kita kembali mengulangi sejarah dengan kasus bank century. Sekarang kita lihat apakah kita masih menyimpang sisa bom waktu? bank bank di indonesia masih mengandalkan interest income untuk bisa hidup.Porsi fee base relatif kecil. Bank mencari jalan pintas untuk mendapatkan profit dgn menaikan suku bunga pinjaman, gak mau susah. Spread bisa mencapai 7% saat ini, hampir mencapai 2 kali suku bunga bank indonesia. Ineffisiensi perbankan telah dikonversi dalam bentuk suku bunga pinjaman sehingga menjadi beban bagi pengusaha dan menurunkan daya saing indonesia secara nasional dan selanjutnya menyebabkan neraca perdagangan indonesia defisit. Bank bank harus di paksa untuk memperbesar fee base income dengan inovasi produk perbankan yang dapat meningkatkan value added pada pengguna jasa perbankan, bukan memperbesar suku bunga pinjaman yang mempunyai potensi untuk menimbulkan non performaning loan.
Solusi untuk permasalahan enforcement hanya satu yaitu transparansi dan bebas korupsi. Manusia yang tidak kompeten dan birokrasi yang berbelit menyebabkan daya saing kita turun. Penurunan daya saing akan menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit. Sistem hanyalah alat bantu kita untuk mengendalikan keuangan negara, agar kita dapat melihat mengukur kinerja perekonomian. Sistem memberi sinyal bahaya, tetapi manusianya malah mematikan sistem krn dianggap mengganggu. Disini penulis menyimpulkan bahwa perlu prioritas perbaikan di enforcement dari pada sistem. Sistem yang cacat bisa diatasi manusia yang kompeten dan jujur, manusia yang cacat akan merusak sistem yang sudah bagus. Menurut penulis prioritas pembenahan ada pada sumber daya manusia, pemerintah harus bisa mencari orang bermoral dan berpengetahuan yg cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H