#day2 #30haribercerita #30harimenulis
Sadio Mane adalah satu dari sedikit pesepakbola hebat dunia masa kini. Meski bukan berasal dari negara penghasil pemain bola top seperti Brazil Argentina maupun Spanyol, tapi itu tak menghalangi sinarnya untuk membuat seluruh Eropa bahkan pencinta sepak bola seantero dunia meliriknya.
 Â
Ia berasal dari Afrika. Pada sebuah desa bernama Bambali di wilayah Sedhiou, Senegal. Yang mana jarak negara ini dengan Eropa cukup jauh. Mane muda yang mulai menemukan jati dirinya di sepak bola kemudian mengambil keputusan untuk merantau ke Eropa. Ibunya cukup keberatan harus melihat anaknya pergi jauh namun ia meyakinkan sang ibu bahwa semua akan menjadi lebih baik jika ia pergi ke Prancis.
   Â
Dalam usia 19 tahun ia bergabung dengan Metz, tim pertamanya yang bermain di Liga Prancis. Di titik inilah kehidupan keluarganya mulai membaik seperti janjinya pada sang ibu sebelumnya. Ia lalu berkelana hingga Austria bersama Salsburg. Tak berhenti di situ Mane mengambil langkah berani untuk menjajal kompetisi sepak bola paling ketat di dunia: Liga Inggris, dengan menerima kontrak dari Southampton.
  Â
Awal mula kisahnya di Inggris inilah yang membuat ia jadi terkenal berkat bakat besarnya. Di situ gajinya mulai naik sangat signifikan. Kehidupan mewah pesepakbola bergaji besar di lingkungannya tak sertamerta membuatnya lupa diri. Kekayaan materiil yang ada di tangannya tak lantas menjerumuskan Mane ke lubang hedonisme. Ia tetap sederhana seperti Mane saat di kampungnya dulu. Kekayaan tak sedikit pun menjauhkannya dari agama maupun orang-orang di kampungnya.
   Â
Konsistensi Mane bersama Southampton membuat ia diincar banyak tim papan atas lainnya di sepak bola Eropa. Dan akhirnya Liverpool juah yang berhasil memenangkan tanda tangan Mane pada 2016.
    Â
Di Liverpool kehidupan yang mewah ada di depan matanya. Ia hanya perlu berbisik, atau menggerakan satu jemarinya untuk meraih itu semua. Tapi Mane lagi-lagi tak terbius. Kesederhanaan sebagai seorang muslim yang ia lihat dari keluarganya ia pegang rapat-rapat.
  Â
Mane tak memilih berkompromi dengan lingkungan. Baginya apa yang ia yakini adalah hal mutlak yang tidak bisa ditawar. Gaya hidup sederhananya tak akan sanggup ditukar dengan apa pun.
  Â
Seluruh dunia bahkan tercengang saat ada media yang membagikan sebuah foto dengan pemandangan Mane yang tengah berjalan menuju lapangan menggenggam sebuah ponsel dengan layar yang sudah banyak retakan. Banyak orang tak percaya kenyataan itu, tak sedikit pula yang dibuat bertanya-tanya dengan gaya Mane tersebut.
  Â
Ia adalah pemain Liverpool dengan bayaran 150 ribu paun. Nilai tersebut apabila disalin ke rupiah sama dengan 2,7 milyar. Dan itu adalah bayaran per minggunya. Dalam kesepakatan kontrak kerjanya ia menerima bayaran lebih dari 100 milyar setiap tahunnya. Tapi Mane tetap berlagak biasa-biasa saja. Saat pemain sepakbola lain membeli jet dan heli ia bahkan memilih tetap menggunakan ponsel retaknya.
  Â
Mane tak berhenti apa kesederhanaan. Agama islam yang dibawanya sejak lahir tak goyah meski hidup di tengah-tengah glamornya dunia. Ia tak meninggalkan salat fardhu, tetap memilih berpuasa saat ada jadwal pertandingan, ia juga tertangkap terang-terangan ikut gotong-royong membersihkan tempat wudhu masjid di kotanya.
 Â
Di banyak kesempatan ia terlihat menghindari perayaan kemenangan timnya saat rekan yang lain menyemprotkan bir dan alkohol. Pada satu momen sesi foto di Bayern yang mana semua pemain diharuskan berpose memegang sebotol bir yang jadi sponsor resmi tim ia justru meminta izin untuk tetap ikut berfoto tetapi dengan tidak memegang botol-botol itu.
  Â
Mane begitu loyal dengan keyakinannya. Manakala rekan-rekan sepak bolanya gencar gonta-ganti pasangan ia masih saja terlihat sendirian. Ia pernah mengaku jika wanita yang akan dinikahinya kelak bukanlah wanita yang wajahnya wara-wiri di media sosial. Ia ingin menikahi wanita yang baik.
  Â
Dalam dunia sosial Mane juga amat terkenal karena kedermawanannya. Separuh kekayaannya ia salurkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di kampungnya di Bambali. Tak berhenti pada urusan infrastruktur, ia juga ikut menggalang biaya pendidikan serta atribut penunjang bagi anak-anak di sana dari uang pribadinya.
 Â
Baginya menjadi manfaat bagi orang lain adalah sumber kebahagiaan alih-alih memilih hidup mewah. Ia mengaku dengan uang yang dimiliki ia bisa saja membeli jam tangan super mahal, mobil langkah, pesawat jet atau gedung apartement sekali pun. Tapi ia menyadari itu tak akan mendorong hatinya bergerak jauh menuju ketenangan.
  Â
Mane sampai kini selalu jadi inspirasi anak-anak di Afrika yang bermimpi jadi pesepak bola. Ia ada untuk mereka, sebaliknya Mane juga bisa seperti kini karena mereka.
   Â
Foto Thomas Muller berlatar Sadio Mane yang tengah membaca alquran dalam perjalanan di pesawat tim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H