Partai pembuka piala dunia 2022 akan menyajikan laga tuan rumah Qatar menghadapi delegasi Amerika Latin tim nasional Equador di Al Bayt. La Tricolor, julukan Equador di atas kertas lebih diunggulkan.Â
Mereka menang pengalaman dibanding Qatar yang jutsru jadi tim dengan rangking paling buncit di antara peserta lainnya. Qatar sendiri di banyak prediksi tak akan bergerak jauh dalam perjalanan mereka di ajang kali ini. Bahkan untuk lolos dari babak grup saja banyak pengamat pesimis.
Piala Dunia 2022 menjadi salah satu yang paling menarik jika menilik beberapa fakta di dalamnya. Pertama tentu saja terkait waktu penyelenggaraannya yang untuk pertama kali digelar di musim dingin setelah 22 kali.Â
Yang kedua mungkin tentang opini bahwa ini akan jadi ajang piala dunia terakhir bagi dua pesepakbola terbesar abad ini: Cristiano Ronaldo dan Messi. Prediksi terkait siapa yang akan keluar sebagai jawara pun saling silang menyilang sejak beberapa bulan terakhir di media.
Dan seperti biasa, dua poros besar di dunia sepakbola selalu jadi unggulan yakni Eropa dan Amerika Latin. Eropa ada Prancis selaku juara bertahan, Jerman dengan bekal sebagai tim paling konsisten, Spanyol yang membawa pemain-pemain muda bertalenta dengan gaya tiki-taka yang kental, Belanda yang kembali bersama wajah baru setelah absen di piala dunia sebelumnya, Portugal dengan Cristiano Ronaldonya yang akan mati-matian membawa pulang tropi paling prestisius itu, Inggris dengan harapan besarnya, atau Belgia yang punya amunisi mematikan antar lini. Serta jangan lupakan tim lain yang bisa saja memberi kejutan seperti Croatia.
Di belahan bumi nan jauh Amerika Selatan ada Argentina dan Brazil yang kerap menjadi tulang punggung Conmebol. Saudara lain mereka yang juga punya kekuatan solid adalah Uruguay yang jadi semifinalis piala dunia 2010 serta modal sejarah memenangkan dua kali ajang ini. Argentina dan Brazil adalah yang paling diharapkan bisa mengimbangi kekuatan tim-tim Eropa. Terlebih sudah empat kali gelaran piala dunia terakhir dikuasai tim Eropa.
Kali ini dua tim Amerika Latin dipercaya punya persiapan lebih untuk merengkuh tropi akbar itu. Argentina maupun Brazil berangkat dengan tim terbaik yang mereka punya. Kedalaman skuat masing-masing dari mereka memiliki kekuatan yang disebut-sebut berada di atas level tim pada piala dunia sebelumnya. Wajar kemudian bila Brazil bersanding Argentina dalam start paling depan lomba.
Membandingkan keduanya mungkin secara materi pemain hanya beda tipis. Brazil lebih bertabur bintang di semua sektor sampai-sampai pelatih kepala Tite tak bisa tidur memikirkan siapa pemain yang akan dipanggil dan yang akan ditinggalkan sesuai regulasi 26 pemain yang ditetapkan FIFA. Nama sekaliber Roberto Firmino bahkan terlempar dan harus mengubur mimpi bermain di piala dunia.Â
Persaingan di tim nasional Brazil terbilang paling ketat mengingat stok pemain yang melimpah. Tapi di sisi lain ini bisa jadi boomerang bagi pelatih maupun secara kolektif. Sebagaimana kasus-kasus lama di dunia sepakbola saat sebuah tim dipenuhi pemain berlabel bintang, koneksi dalam tim malah sulit terbentuk, imbasnya permainan menjadi tak sejalan dengan harapan.
Bila kita menyeberang melirik pada kekuatan Argentina, semua orang mungkin akan sepakat untuk bilang bahwa tim yang sekarang tak sekaya materi pemain milik Brazil. Tim tango malahan masih bertumpu pada wajah lawas Leo Messi maupun Angel Di Maria. Tapi Argentina punya chemistry secara keseluruhan. Pelatih Scaloni nampaknya berhasil membangun kekompakkan dalam tim.Â
Paling penting dari Argentina dan selama ini sulit dilakukan pelatih-pelatih terdahulu adalah cara memaksimalkan potensi besar kapten Leo Messi. Nah sepanjang 36 pertandingan yang dijalani Argentina di ajang internasional dengan catatan tanpa sekali pun kalah di mana mereka juga sukses merengkuh juara Copa Amerika yang lalu, menjadi modal mereka menatap perhelatan empat tahunan ini.