Dalam dua dekade terakhir ini minat orang Indonesia untuk memiliki pendidikan yang lebih memadai mengalami peningkatan. Saya tidak tahu bagaimana statistik dan angka-angkanya. Gambaran itu bisa diambil setidaknya dari semakin menjamurnya izin pendirian kampus-kampus di banyak daerah di Indonesia yang diterbitkan otoritas terkait.Â
Di daerah setingkat kabupaten bahkan kampus bisa dengan mudah ditemui. Mahasiswanya pun cukup banyak.
Dari itu semua kita menemukan fakta bahwa setiap tahunnya lahir sarjana-sarjana baru yang ditelurkan kampus-kampus itu sendiri.Â
Jumlahnya pun lagi-lagi saya memilih tak mengutip data. Logikanya setiap tahun kampus di banyak daerah di Indonesia selalu sanggup mencetak ratusan sarjana.
Mereka kemudian dilepas untuk terjun ke dunia luar yang lebih menantang dan penuh tuntutan. Siap atau pun tidak, ketika waktunya lulus seorang sarjana baru sudah harus memulai babak kehidupan berikut yang bertahun-tahun kadang cuma jadi kekhawatiran.
Banyak dari sarjana tersebut lalu dengan cepat dicap gagal oleh lingkungan lantaran tak kunjung dapat kerja setelah lulus kuliah. Padahal tentu sangat cepat kalau harus menempelkan label gagal di pundak anak muda seperti mereka. Terlalu dini untuk menilai masa depan mereka. Tapi begitulah dunia luar. Sesering apa pun kau berangkat dari satu tempat ke tempat lain orang akan mencap kau tak berguna jika tak kunjung dapat kerja.
Bahkan kalau pun sudah kerja cibiran masih tetap ada jika pekerjaan tersebut dinilai tak sepadan dengan pendidikan yang dimiliki orang terkait.
Menjadi sarjana di Indonesia ini sungguh berat. Posisi yang seringkali bikin galau banyak orang. Berharap jadi pegawai negeri tak ubahnya main judi yang cuma punya dua kemungkinan; kalah, atau menang dengan rasio yang sangat kecil. Tak bekerja itu juga lebih menggelikan. Mengambil tugas sebagai pegawai honorer dengan gaji minim sama dengan jaminan akan seringnya ditertawai.
Setelah jauh berjalan kita akhirnya pelan-pelan sadar juga kalau kebanyakan sarjana yang wara-wiri di jalanan itu justru selama ini punya mimpi yang tidak jelas. Banyak dari mereka yang bingung bahkan saat ditanya tujuannya bersekolah. Mereka terjebak dan asyik bermain-main dengan situasinya sendiri hingga tak pernah punya persiapan cukup.