Hati wanita mana yang tak remuk mendapati kenyataan hati suaminya telah berpindah haluan. Terlebih dalam satu rumah tangga yang telah dipilin bertahun-tahun. Perselingkuhan menjadi sesuatu yang tak akan menyenangkan bagi pihak yang diselingkuhi. Entah itu suami, atau istri. Tak peduli di usia rumah tangga yang ke berapa perselingkuhan itu terjadi, segalanya selalu akan menyisakan luka. Bukan begitu, bapak dan ibu sekalian yang budiman? Hihihi
     Â
Isu perselingkuhan dalam rumah tangga keyboardist grup Sabyan Gambus, Ahmad Fairuz yang juga melibatkan sang vokalis Nisa Sabyan baru-baru ini mencuat ke publik. Kabarnya perselingkuhan keduanya telah berlangsung dua tahun terakhir yang mana sebelumnya pun telah diketahui oleh istri dari Ahmad Fairus alias Ayus Sabyan. Istri Ayus, Ririe Fairus pun telah mengambil langkah perceraian dengan melayangkan gugatan ke pengadilan agama. Dalam pengakuan pun keduanya sudah tidak lagi seranjang sejak Januari lalu imbas dari situasi rumah tangga yang kian sulit dikendalikan sang istri.
Media lalu menjadi ramai. Pemberitaan mengenai isu ini diangkat semua media mainstream. Tak tanggung-tanggung isu ini bahkan secara langsung telah meredupkan berita batalnya pernikahan Vicky dan Kalina yang juga tengah hangat-hangatnya.
Lantas ke mana Nisa Sabyan? Kemana pula Ayus setelah kabar ini menjadi bau dan buah bibir orang seantero negeri?
Publik yang dalam hal ini adalah netizen yang saban hari memenuhi jagat media sosial kita seakan belum berhenti untuk bersuara. Dari mereka, banyak yang mengecam satu pihak. Ada juga yang menyalakan si Ayus karena tak bisa menahan diri. Di sisi lain banyak juga netizen yang menilai bahwa ini semua kesalahan dari manajemen grup Sabyan yang terkesan abai pada situasi yag selama ini terjadi dan disadari. Netizen nampaknya begitu dibuat kesal dengan hal ini. Bagaimana tidak, Nisa Sabyan yang selama ini identik dengan lagu-lagu islami yang ia bawakan dan sanggup menyedot banyak perhatian justru menjadi orang ke tiga yang mengakibatkan rumah tangga orang lain berada di ujung tanduk.
Publik memang wajar marah dan lalu kecewa. Terlebih untuk masyarakat kita yang mudah terbuai dengan satu pencapaian dan mudah kecewa tatkala tokoh idola terjerat skandal. Masyarakat kita selalu punya cara yang beragam dalam bereaksi terhadap satu isu. Apalagi jika itu berkenaan dengan publik figur yang memiliki banyak penggemar, sudah tentu akan memancing respon dari banyak kalangan. Juga jangan lupakan sikap destruktif dari netizen yang acapkali kita temukan di lapangan dalam rupa-rupa nada nyinyir di kolom-kolom komentar.
    Â
Masyarakat kita bukan tipe masyarakat yang pelupa. Lebih-lebih dengan adanya media sosial yang sanggup menampung berlapis-lapis kisah masa lalu dari yang bahagia hingga yang kelam. Masyarakat kita memang punya mental apatis, namun itu tidak diimbangi dengan sifat skeptis. Ini tentu membuat sesuatu perkara akan selalu dipandang dengan cara pandang dan reaksi yang justru tidak seharusnya.
  Â
Netizen kita selalu berlomba tampil menjadi yang tercepat dalam berkomentar. Dengan segala macam sifatnya netizen pun ada juga yang tak akan memberi ampun untuk sebuah masalah. Selanjutnya tokoh bersangkutan akan dibully, menjadi bahan olok-olok, menjadi contoh buruk, dan segala kekesalan ditumpahkan ke sana.
   Â
Padahal, kenyataannya kita tak pernah benar-benar tahu apa yang sedang terjadi. Kita tak ada di sana. Kita tak pernah mengenal secara langsung Nisa Sabyan dan Ayus Sabyan itu. Dan alih-alih saling berbicara, melihat dari dekat pun banyak dari kita yang belum pernah. Kita selalu tampil sok pandai dan lalu dengan tanpa rasa bersalah meruncingkan sebuah anggapan dan kesimpulan secara berlebihan tanpa melalui verifikasi yang kuat hanya untuk menyudutkan seseorang. Seakan-akan ada rasa rugi jika tak bersuara sinis. Kita kadang lupa apa salah yang pernah kita bikin dahulu yang justru lebih buruk dari yang sedang kita bicarakan. Kita selalu saja sok perlente, sok menasihati, sok peduli, tapi disampaikan dengan bahasa-bahasa destruktif. Apa gunanya?
    Â
Kita nampaknya terlampau malas untuk mencerna sebuah masalah dengan menceburkan lebih banyak sudut pandang di dalamnya. Padahal, selalu ada hikmah dari setiap kejadian. Selalu ada sisi lain yang tak kalah menarik lagi baik dari sebuah skandal. Nisa Sabyan tak sepenuhnya bersalah. Ayus pun demikian. Lebih-lebih untuk sang istri, ia jelas luar biasa.
    Â
Perselingkuhan memang adalah hal yang lumrah sejatinya. Sejak berabad-abad lalu tak terhitung lagi cerita mengenai perselingkuhan ini. Orang-orang yang terlibat pun tak selalu orang besar, karena kenyataannya di kalangan orang biasa pun lebih banyak lagi. Menurut saya, perselingkuhan terjadi karena adanya ruang. Dari sana sebuah relasi akan terbangun. Jika ruang yang ada bersifat intens maka relasi tadi akan melahirkan banyak temali ikatan. Yang kadangkala tanpa kita sadari selalu larinya ke rasa.
   Â
Lantas siapa pula manusia yang bisa menghalau datangnya rasa? Kamu? Jangan bohong! Perasaan suka dan jatuh cinta itu tak pernah mengenal waktu. Ia juga bukan sesuatu yang disengaja. Jatuh cinta selalu seperti misteri. Ia bisa menimpa seseorang gadis belia yang lalu melibatkannya dengan lelaki dewasa yang sudah berkeluarga.
      Â
Terlalu naif kalau kita lalu menyeret nama Nisa Sabyan terlalu jauh. Misal membawa lagu-lagu yang dibawakannya sebagai bahan gunjingan, atau bahkan yang terburuknya sampai menyalahkan agamanya. Ini keterlaluan. Nisa Sabyan bukan ulama, ia cuma penyanyi biasa. Ia juga nampaknya bukanlah perempuan yang telah mencapai kedewasaan yang cukup. Tak mudah mengelak dari segala macam godaan yang datang. Ia mungkin bisa menutup mata, tapi tidak dengan hatinya. Ia tentu mengetahui siapa dia dan siapa Ayus, tapi ia kehilangan kendali.
    Â
Kini semuanya sudah terlanjur besar. Api yang menyala akan sulit dipadamkan. Nama besarnya tergores, karirnya jadi taruhan. Namun begitu bukan berarti kita lengah. Kemanusiaan kita tak boleh koyak gara-gara sebuah masalah yang kita pun sebentar tak benar-benar tahu.
   Â
Terakhir saya ingin berpesan kepada para suami maupun para istri. Jangan jadikan masalah yang mendera Nisa Sabyan ini sebagai alasan untuk melarang pasangan bekerja. Tak usah takut. Tiap orang pendidikan karakternya beda-beda. Pun dengan kekuatan cintanya. Jangan jadi orang yang konyol, please.
  Â
Juga untuk para cewek-cewek, cowok-cowok lajang yang budiman. Jangan bikin meme aneh-aneh sebagai bahan tertawaan dan sok keren dengan masalah orang lain. Tidak perlu juga menjadikan ini sebagai alasan untuk mengekang pacar-pacar kalian untuk bekerja di tempat yang berbaur antara lawan jenis. Ingat, mereka masih punya keluarga untuk dihidupi. Kalian cuma pacar, woi. Jangan sok-sokan ngatur-ngatur anak orang.
   Â
Di sini saya kadang masih merasa menyesal. Andai dulu saya lebih cepat terjun ke Jakarta untuk jadi bintang iklan, mungkin akan lebih cepat pula saya mengamankan hatinya dek Nisa Sabyan itu sebelum diambil si Ayus. Tapi apalah dikata, ikan pindang sudah jatuh di antara minyak panas. Terpaksa saya harus beralih ke Amanda Manopo kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H