Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Tabungan

4 Juli 2020   01:38 Diperbarui: 4 Juli 2020   01:55 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sulit rasa-rasanya kalau harus membayangkan bagaimana hidup manusia tanpa uang yang cukup dalam kendali. Juga tak ada seorang pun yang akan bisa mengelak dari vitalnya peran uang itu sendiri. Manusia modern hidup amat bergantung kepada uang. Segalanya memerlukan peran uang sebagai alat pengendali.

Hal-hal paling mendasar seperti kebutuhan primer itu pun memerlukan uang. Lain-lain seperti sandang, obat-obatan, pendidikan, jaminan kesehatan, sampai perkara-perkara perjalanan yang melibatkan transportasi, juga dipengaruhi oleh uang.

Itu artinya uang menjadi alat paling penting yang mesti dimiliki manusia. Atau lebih sederhananya disebut uang sebagai jaminan keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Kita menyadari bahwa uang menjadi hal paling pokok di dunia. Uang pula di balik alasan-alasan kebanyakan aktifitas manusia selama ini.

Di abad 20 manusia kian terpecah menjadi kotak-kotak dalam sudut pandang terhadap uang dan masalah-masalah yang berkenaan dengan uang itu sendiri. Saat banyak orang masih memandang uang sebagai alat bayar biasa yang bisa dicari kapan saja, sedikit lainnya justru menganggap uang menjadi benda sakti yang kekuatannya berlaku di semua tempat dan dalam waktu kapan pun itu.

Perbedaan sudut pandang dan pemikiran ini juga berimplikasi pada cara manusia mengelola uang. Ada yang tampil boros dan mengabaikan fakta pentingnya hidup hemat, ada pula yang mantap memilih hemat alih-alih menggunakan uang untuk hal-hal yang rendah kadar kepentingannya. 

Menabung
Mereka yang hemat tentu akan menabung. Uang-uang sisa yang dipakai membelanjakan kebutuhan harian dan segala kebutuhan dasar akan disimpan. Betapa pun kecilnya, orang hemat akan menyimpan uang itu. Semua kebutuhan sudah diperoleh.

Rasanya tak ada alasan jelas untuk menghabiskan sisa uang tadi. Orang hemat selalu berpikir ke depan. Hal-hal yang terjadi di belakang adalah contoh dan pengalaman yang tetap jadi pegangan sebagai gudang pelajaran untuk menuntun hidup ke arah yang lebih baik di masa-masa mendatang.

Bagi mereka, berhemat bukan berarti mati secara sosial. Bukan pula aksi memenjarakan diri sendiri dari dunia. Berhemat adalah cara paling sederhana untuk memastikan bahwa besok hari, dan besoknya lagi, seseorang itu tidak akan kesulitan.

Manusia modern sering kali terjebak pada anggapan uang bisa dicari lagi tapi hidup yang hanya sekali jangan sampai tak dinikmati. Lupa bahwa kenikmatan itu jika disederhanakan lagi maka dengan berhemat itulah kenikmatan hidup bisa diambil. Toh hemat bukan sesuatu yang menyengsarakan. Tak juga memberatkan.

Berhemat hanya persoalan mau berpikir jauh. Menyesali lebih dulu sebuah kondisi. Dan kenyataannya, bagi manusia modern dengan seabrek tuntutan hidup yang penuh mode ini hemat adalah perkara berat. Hanya dua dari sepuluh orang yang bersedia hemat.

Tiga lainnya masih pikir-pikir. Sisanya ogah-ogahan alias enggan. Padahal orang-orang selalu menginginkan adanya jaminan akan semua hal yang dimilikinya. Termasuk kelangsungan hidup masa akan datang. Membiasakan hidup hemat justru kerap kali dianggap kurang seksi sebagai sebuah pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun