Dulu itu, sewaktu masih zaman sekolah menengah awal, saya pernah berangan-angan untuk kelak menjadi jurnalis sepak bola. Agak berlebihan memang angan-angan yang semacam itu. Bukan apa-apa, selain hanya anak kampung yang jauh dari akses perkotaan, saat itu istilah jurnalis bagi kebanyakan orang di daerah memang masih agak asing, bahkan mungkin bagi beberapa orang hal itu masih terjadi sampai sekarang.
    Â
Lingkungan yang dekat dengan pergulatan sepak bola serta kultur kehidupan anak-anak kampung yang bersisian langsung dengan sepak bola itu sendiri sudah ikut mendorong saya menjadi pecandu bola. Setiap sore saya selalu ada di lapangan, terhitung semenjak bakda asar sampai tenggelamnya matahari. Kebiasaan itu berlangsung menahun sampai ketika akhirnya merantau jauh. Dan kini saya sudah sangat jarang bermain bola. Jangankan untuk bertanding di lapangan futsal, untuk juggling saja rasanya tak pernah lagi.
    Â
Saya sudah lupa kapan terakhir kali menendang bola dengan kerasnya sebagaimana kebiasaan dahulu. Saya juga lupa siapa orang terakhir yang masih memanggil saya dengan sebutan Henry (legenda sepak bola Arsenal dan Tim nasional Prancis) ketika sedang bermain bola. Saya hanya ingat pernah dipanggil dengan nama Budi Sudarsono, mantan pemain tim nasional Indonesia.
     Â
   Â
Waktu terus berputar. Banyak hal yang saya lewati. Saya menyadari bahwa angan-angan itu tidak sampai membuat gejolak di dada. Ia hanya lewat sebagai bagian dari warna keseharian di masa lalu ketika masih menanggung status sebagai anak ingusan. Dan pada kenyataannya saya tak pernah benar-benar menyeriusi itu. Semua hanyalah kesenangan yang hinggap dan sempat hidup dalam waktu yang sementara saja.
      Â
      Â
Meski tak punya skill olah bola yang bagus tapi jangan kira saya tak tahu apa-apa mengenai sepak bola. Anda boleh bertanya apa saja tentang sepak bola kepada saya. Serius. Mulai dari pada usia berapakah Ruud Gullit pertama kali mencetak gol profesionalnya sampai perihal biaya hotel Jose Mourinho selama tinggal di Manchester. Hehehehe.
      Â
Dulu itu bahkan sempat ada julukan sebagai lensa olahraga berjalan. Di sekolah, setiap Senin pagi pasti saja ada beberapa teman yang juga penggandrung sepak bola yang akan bertanya mengenai hasil-hasil liga Eropa serta yang berkenaan dengan itu. Dan di jam istirahat biasanya akan ada debat-debat kecil antar pendukung tim. Waktu itu saya adalah pendukung Arsenal, dan itu sampai hari ini. Saya juga ingat Manchester City baru mulai berbenah.
      Â
   Â
Pernah satu kali di satu petang yang tenang ada beberapa teman yang datang ke rumah. Sebenarnya mereka masih tetangga. Dengan suara saling berdebat mereka datang lewat dapur dan mencari saya. Tahu apa yang mereka cari? Mereka hanya ingin memastikan bahwa Barcelona sudah pernah mengalahkan Madrid dengan marjin 4 gol. Di situ mereka lalu sepakat untuk mencari saya dan menginformasi benar-tidaknya hal itu.
      Â
    Â
Kini, waktu sekian tahun itu telah lewat. Tadi malam saya membaca artikel sepak bola di sebuah media online yang cukup keren di kalangan anak-anak muda. Dari situ saya mulai terpancing untuk menulis artikel sepak bola. Sudah lama memang saya tidak lagi menulis artikel bola sebagaimana dulu yang sering saya tulis dan kirim ke redaksi PF.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H