SIAPA AKU?
Aku terlahir kembar. Bersama saudaraku yang lebih banyak berdiam diri dalam menerima takdir. Ia tidak pernah mengeluh, saat tubuh kami dinjak-injak. Aku pun tak pernah mengeluh, karena itu adalah takdirku. Takdir kami.
Aku tak pernah tahu dari mana kami berasal, yang ku ingat, kami telah berada di kumpulan kembaran identik kami. Beberapa dari mereka terlihat sangat segar dan wangi, beberapanya terlihat lelah, walau kulit mereka masih terlihat bersih.
Angin terasa sejuk menerpa wajah kami, setelah semalaman, kami harus mengurung diri di dalam kotak-kotak yang menjadi rumah kami. Aku sangat senang berada di luar sini, memamerkan kemolekan kami, bersama pasangan-pasangan yang lain. Sering kali kulihat ada tuan-tuan, baik sendiri maupun bersama pasangannya datang menjenguk kami.
Kami senang sekali, kami berikan senyuman tulus agar mereka memilih kami, sehingga kami dapat diinjak kemanapun mereka pergi.
Ah …. Entah sudah berapa lama aku menanti tuanku untuk menginjakku dan membawaku pergi dari sini. Kembaranku tak perlu ditanyalagi, ia pasti mau ikut bersamaku, karena tak ada yang mau membawa kami bila kami tidak berdua.
Dan kau datang Tuanku. Kulihat kau layaknya anak kecil, melihat-lihat dan ku yakin kau kan memilihku. Kau lemparkan senyum, takala Nyonya yang bersamamuterlihat tak sabaran untuk menentukan pilihan diantara para kembaran identikku. Kau tetap sabar dan tersenyum. Dan lalu, kau pilih aku. Aku ….. hanya aku …..sandal barumu!
Ah …. Tuan. Sudah berapa lama aku bersamamu? Apakah ini akan selalu menjadi nasib kami? Setelah kau dapatkan kami, kau mulai lupakan kami? Saat tubuh kami masih molek, begitu bangganya kau memakai kami, namun takala lusuh, kenapa kau lupa memandikan kami? Atau terkadang kau memisahkan aku dengan kembaranku. Kau pisahkan kami setelah kaugunakan kami. Hihi terkadang aku tersenyum takala melihat Nyonya yang memarahimu saat ia tau kau lempar dan pisahkan aku dengan kembaranku. Dan dengan wajah cemberut, kau satukan kami kembali ke tempat yag seharusnya.
Aku takut Tuan, takut akan cerita temanku yang lain, yang tubuhnya terluka akibat menahan gesekan pada aspal, takala tuannya bermain sepeda, atau …. Cerita Temanku yang lain yang diculik takala Tuannya memakainya ke Mesjid dan terkadang si penculik menukarnya dengan tubuh yang sudah sangat tua, sehingga siapapun malu untuk menggunakannya. Aku yakin kau pun tak mau berpisah denganku.
AKU DICULIK!!!
Apa yang kutakutkan terjadi juga. Waktu itu sudah larut malam, namun tuanku tak juga beranjak pulang. Kau letakkan aku di depan sebuah bangunan. “Facebookan dulu ah! Katamu. Begitu asyiknya kau membaca sesuatu di layar, sampai kau tak tau, aku telah dibawa oleh orang lain, dan dia meninggalkan sahabatku yang sudah tua di sana. Tuan, tolong aku! Aku menjerit sekuat-kuatnya, tapi tak juga kau dengar, ku lihat kau masih saja asyik di dalam sana. Aku berteriak sekuatnya, sampai akhirnya aku tak sadarkan diri.
Saat terbangun, aku begitu sedih karena aku tak bertemu dengan tuanku. Dan kau tuan, pasti kau cemas, dan dengan wajah bingungmu, kau mencari-cari aku. Ah tuan, aku kenal dirimu, kau tak akan menukarku dengan yang lain.Paling tidak bukan yang semolek diriku.
Oh Tuan, hidup besama penculikku sungguh menyiksa, terkadang ia sengaja mengesekku dengan jalan. Walau ku tau kau bukan orang yang rapih, orang ini lebih tidak rapih lagi. Uh …..aku jadi stress. Sudah dua minggu tuan, badanku jadi kumal, tubuhku ada yang luka. Tolong aku!
Aku merenung di pojokan suatu ruangan. Hey …. Aku ingat tempat ini, tempat dimana terakhir aku melihat tuanku. Ternyata penculikku kembali ke tempat ia menculikku. Tuan ….Tuan? apakah kau mencariku? Aku di sini! Tuan ….oh Tuan dimana kamu. Aku meneruskan renungku, saat tiba-tiba. Aku merasa seseorang mengamatiku dengan tajam, aku bisa merasakan getaran jantungnya. Ia hanya sekilas melihatku dan masuk ke dalam ruangan itu, sesaat kemudian ia keluar lagi, dan langsung menginjakku, dan segera membawaku dengan kuda besinya menjauh dari situ. Aku rasakan jantungnya bergetar melalu kakinya, aku rasa keriangannya, Dia adalah ……Dia adalah Tuanku.
Pecahlah tangisku, saat ku merasakan kulitnya beradu dengan kulitku. Ini nyata, kau telah datang menyelamatkanku. Sesaat ku lihat wajah sedihmu, kau lihat luka tubuhku, dan kemudian kau tersenyum dan berkata. “Kalau emang jodoh, pasti ketemu lagi.” Terima kasih tuan, jawabku rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H