Ini mungkin masa-masa yang paling membingungkan bagi publik di seluruh Tanah Air. Sesaat setelah Komjen. Pol. Budi Gunawan (BG) ditetapkan sebagai calon Kapolri, KPK menetapkan dia jadi tersangka. Sehari setelahnya, publik kembali terkaget-kaget, karena mendadak beredar foto-foto tidak pantas Ketua KPK Abraham Samad (AS) dengan oknum Putri Indonesia.
Hari ini, kontroversi foto-foto AS terlihat cukup reda, setelah seluruh media utama umumnya menegaskan bahwa itu hasil rekayasa. Soal itu, tentu belum selesai total. Masih ada pertanyaan besar di dalam kepala publik: siapa pelakunya? Adakah hubungannya dengan penetapan BG sebagai tersangka?
Tapi polemik terbesarnya tentu bukan itu, melainkan apa sebenarnya yang terjadi di seputar penunjukan BG oleh Presiden Jokowi?
Banyak spekulasi beredar. Satu spekulasi yang paling dipercaya publik saat ini ialah, Pak BG Â adalah titipan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ada spekulasi saya dengar, BG disodorkan untuk memproteksi Mega dari bayang-bayang ancaman pemeriksaan KPK terkait kasus-kasus semasa rezimnya memerintah. Dalam hal ini, Presiden menjadi pihak yang paling dicibir oleh publik, lebih-lebih rakyat pemilihnya di Pilpres lalu. Jokowi yang selama 2014 lalu bagai pahlawan pengharapan rakyat untuk Indonesia yang baru dan bersih dari korupsi, dianggap gagal membuktikan bahwa ia bukan boneka dari Megawati. Spekulasi yang berkembang ini adalah tekanan berat bagi Jokowi untuk menunjukkan kepada dunia bahwa memang dialah presiden di negara ini, bukan orang lain di belakangnya. Saat ini, kepercayaan publik terhadapnya kacau balau. Bahkan kelompok-kelompok relawan Jokowi-JK telah banyak menunjukkan ekspresi kekecewaan, yang bisa berkembang nantinya jadi kemarahan umum jika ada orang-orang pintar yang mengolahnya. Sebagian lagi dari komunitas pendukung Jokowi terlihat memang masih berusaha berpikiran positif di tengah semua ketidakjelasan ini.
Spekulasi berikutnya, terkait dukungan "aneh" dari KMP terhadap BG di DPR, padahal mereka sudah tahu bahwa BG telah menjadi tersangka KPK, tak kalah berkembangnya. Dari beberapa dugaan yang saya dengar, spekulasi yang mengatakan sikap KMP adalah untuk menciptakan bola panas "abadi" menghantam Jokowi, entah selama 5 tahun ke depan, maupun untuk menghantamnya di pilpres periode mendatang, bahkan untuk jadi senjata menjatuhkan (impeachment) secara konstitusional, tampaknya lebih masuk akal. Dari sini terlihat bahwa penunjukan BG sebagai Kapolri adalah paling menguntungkan posisi KMP. KMP yang kini terancam bubar, jelas membutuhkan proyek-proyek garapan seperti ini untuk menyerang lawan maupun untuk menjalin kembali soliditas di dalam. Orang boleh berkata KMP tidak mungkin koar-koar mempersoalan BG di masa depan, karena toh mereka setuju penuh di DPR. Itu mungkin benar di tataran elite. Sejak ini, saya yakin tataran elite KMP tidak akan terlalu berisik melemparkan serangan soal itu. Tapi jangan lupa, mereka punya agen-agen opini di luar parlemen yang kreatif dan tak kenal lelah seperti Jonru dan lain sebagainya, untuk terus mengobarkan opini menyerang pamor Jokowi. Saya kurang percaya bahwa serangan opini terhadap Jokowi akan tidak ada dari KMP lewat kasus ini. Publik pendukung Jokowi sedang kacau balau. Sebagian besar sedang meradang kecewa pada sang jagoan. Ini dengan mudah bisa diboncengi oleh agen-agen opini dari KMP. Publik pendukung Jokowi yang kecewa akan mudah dihasut untuk meledak marah, jika agen-agen opini KIH tidak bekerja maksimal membela Jokowi.
Sekarang, publik sedang berada di persimpangan, antara mendukung Jokowi atau KPK, terkait Komjen BG. Munculnya foto tak pantas Abraham Samad terlihat seperti "senjata makan tuan", sebab sekalipun belum jelas siapa tuan dari bumerang ini, yang pasti simpati terhadap KPK dan AS semakin menguat oleh edaran foto ini. Jangan lupa, simpati rakyat umumnya berpihak pada pemimpin yang tertindas. Dari luar lingkaran arena, Istana dan DPR terlihat seperti bergandengan tangan menghancur-leburkan KPK, termasuk pribadi ketuanya. Ini seperti konspirasi jahat  Kurawa melenyapkan Pandawa. Ya, Abraham Samad dan koleganya di KPK sepintas terlihat seperti Pandawa yang terusir dan teraniaya.
Persoalannya, itu semua adalah spekulasi. Belum ada satupun yang memastikan apa sebenarnya yang terjadi. Ada juga spekulasi yang berkata bahwa ini sebenarnya permainan cerdik Jokowi-KPK untuk mempertontonkan secara terbuka arogansi Megawati, sehingga Megawati akan menjadi musuh publik dan akan dienyahkan oleh partainya demi eksistensi partai. Tetapi spekulasi ini terlihat berantakan, ketika ternyata DPR mengesahkan BG. Lagi pula pernyataan-pernyataan ketua KPK yang menyatakan kekecewaannya atas sikap Presiden menunjuk BG tanpa melibatkan KPK sama sekali tidak mungkin tidak jujur. Lemah, untuk mempercayai ada persekutuan Jokowi-KPK dalam kontroversi tingkat tinggi ini.
Jika dugaan Presiden-DPR bersekutu melemahkan KPK tidak benar, demikian juga dugaan Jokowi-KPK bersekutu "menelanjangi" arogansi kekuasaan Megawati untuk selanjutnya membatalkan penunjukan BG juga tidak benar, lalu siapa sebenarnya yang berhadap-hadapan?
Ada satu spekulasi yang saya dengar sangat menarik: yang berhadap-hadapan adalah Jokowi dan kekuatan politik pendukungnya, berhadapan muka dengan persekongkolan hitam KPK-rejim SBY. SBY? Mana mungkin? Tentu saja mungkin, sebab namanya juga spekulasi. Bukankah SBY menurut kabar burung terhubung dengan mafia minyak dan beberapa kasus korupsi? Kabar burung ini cukup santer, entah benar entah tidak. Lalu dikesankan bahwa AS dan orang-orang KPK sebenarnya adalah orang-orang SBY, atau minimal punya "MoU" dengan SBY soal proteksi memproteksi.
Di seberang mereka, kebetulan Jokowi dan Tim selama ini disebut-sebut bermaksud "menghabisi" kekuatan mafia migas, dan sosok BG disebut paling mampu menjadi eksekutor dari rencana super besar itu.
Jika mengikuti spekulasi terakhir disebut, maka pihak KPK ternyata bukanlah pihak Pandawa, melainkan Jokowilah orangnya. Artinya, Jokowi-JK, KIH dan BG adalah pihak yang berada di pihak putih, yang seharusnya merndapatkan dukungan publik, melawan mafia dan pihak-pihak yang melindunginya. Agaknya, spekulasi ini bertiup diam-diam karena Demokrat menjadi fraksi satu-satunya di DPR lalu yang menolak penunjukan BG. Jadi, Demokrat sebenarnya bukan karena mengikuti aspirasi publik yang mayoritas menentang BG -oleh statusnya yang menjadi tersangka- tapi untuk melindungi bos besar yang sedang terancam. Benarkah spekulasi ini? Wallahualam. Hanya Tuhan yang tahu.