Masih terngiang ditelinga kita “Si Fulan” mengatakan audit BPK Ngaco pada kasus Sumber waras yang endingnya KPK dan BPK ngotot pada keputusan mereka masing-masing. BPK menuntut agar pemprov berusaha mengembalikan kerugian 191 M dari sumberwaras.
BPK yang “Ngaco” saat audit kasus pembelian tanah sumberwaras malah diapresiasi “sifulan” hasil auditnya pada kasus tanah Cengkareng, entah kenapa BPK Tidak Ngaco lagi ?. pandangan awam akan menilai sifulan bermuka dua, katakan BPK Ngaco saat merugikan dirinya, dilain sisi mengapresiasi BPK bila tidak merugikan dirinya.
Sebuah kasus baru yang akan membuat konsentrasi publik untuk menanti akhir kisahnya, yang menarik dugaan penyimpangan pembelian tanah cengkareng seperti kutipan berikut ini :
Proses pembelian lahan untuk Rusun Cengkareng Barat kemudian menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Pemerintah Provinsi DKI tahun 2015.
Dari temuan BPK, diketahui bahwa lahan itu ternyata lahan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Uang yang sempat dibayarkan Dinas Perumahan ke Toeti diketahui mencapai Rp 648 miliar. Belakangan diketahui, ada Rp 200 miliar yang tak sampai ke Toeti. Sumber
Dugaan penyimpangan sudah sejak tahun 2015, lho kenapa baru sekarang pemprov DKI mempertanyakannya, setahun lalu ngapain membiarkan dan tidak menindak lanjuti hasil audit BPK ? pertanyaan yang butuh jawaban jelas gamblang, terbuka, terlebih lagi pada pembelian tanah tersebut ada disposisi oleh pimpinan DKI.
Pembelian lahan 4,6 hektare di Cengkareng Barat pada November tahun lalu terjadi setelah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerbitkan disposisi 10 Juli 2015. Disposisi itu dimuat diKoran Tempoedisi 28 Juni 2016.
Diceritakan dalamKoranitu, saat menerbitkan disposisi Basuki alias Ahok mendapat laporan dari Kepala Pengelola Aset dan Keuangan Daerah Heru Budi Hartono bahwa Toeti Soekarno menawarkan lahan tersebut sehari sebelumnya. Pada waktu itu pemerintah berencana membangun rumah susun di Cengkareng. Rudi Hartono Iskandar, kuasa Toeti, mengajukan penawaran setelah tahu Dinas Perumahan menerbitkan surat penetapan pembangunan rumah susun Cengkareng Barat. Nilai yang ia ajukan Rp 17,5 juta meter persegi.
Dalam surat penawarannya, Rudi menjelaskan nilai jual obyek pajak tanah Cengkareng Rp 6,2 juta. Karena itu dalam suratnya Heru meminta pertimbangan kepada Basuki. Dalam balasan suratnya, Ahok menulis agar memakai hargaappraisalresmi. “Appraisalitu boleh, apalagi NJOP,” kata Ahok, Senin, 27 Juni 2016.Selengkapnya
Publik tentu butuh jawaban kenapa lembaga audit negara bisa “Ngaco” bisa juga “Tidak Ngaco”
Salam damai dan persatuan demi Indonesia yang transparan murni bukan rekayasa ketransparanan dengan menyembunyikan borok dengan lakban...suwun.