Mohon tunggu...
Id.Djoen
Id.Djoen Mohon Tunggu... Wiraswasta - ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran”

Anak Bangsa Yang Ikut Peduli Pada Ibu Pertiwi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Label Halal dan Omzet UMKM

7 April 2023   16:41 Diperbarui: 7 April 2023   17:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tiga kategori usaha yaitu mikro, kecil dan menengah. Ukuran sebuah usaha dikatakan UMKM adalah pendapatan atau omzet tidak lebih dari 500 juta pertahun.usaha-usaha kecil ini banyak bertebaran di Indonesia yang bergerak diberbagai macam bidang dari usaha jasa, dagang dan industri. Diantara produk industri kecil yang disoroti oleh badan sertifikasi halal adalah produk makanan minuman. BPOM, LPPOM/ BPJPH dan SNI tiga gelar atau sertifikasi yang harus dipegang oleh produk makanan dan  minuman kalau mau produknya eksis dipasaran hingga keluar negeri.

BPOM mengawasi sebuah produk mengandung bahan yang berdampak negatif atau tidak, LPPOM/ BPJPH menentukkan sebuah produk halal untuk dikonsumsi atau tidak dan BSN menetapkan sebuah produk berkualitas dengan label SNI.

Sejauh yang saya ketahui diantara ketiga sertifikasi tersebut yang mahal adalah SNI dikarenakan lembaga penguji dan penerbit sertifikasi tersendiri yang saya tahu kalau lewat jalan murni biaya antara 11 s/d 15 juta tergantung lokasi produsen dengan penerbit SNI. Sedangkan untuk sertifikasi halal dari LPPOM/ BPJPH sekitar 3 jutaan dan BPOM sekitar 300 ribuan (mohon koreksi kalau salah informasi).

Untuk usaha makanan dan minuman UMKM tentu sangat berat jika ketiga sertifikasi tersebut harus didapat. Beberapa waktu lalu melalui departemen agama (DEPAG) difasilitasi sertifikasi halal bagi UMKM, akan tetapi karena minimnya sosialisasi terhadap label "Halal" bagi kelangsungan UMKM sehingga minat warga masih sedikit. Terlebih lagi Sertifikat halal berlaku selama empat tahun sejak diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Biaya ini belum biaya lain-lain termasuk sekedar biaya transport untuk memberikan sample produk diuji dilab.

Kalau dikalkulasi maka yang dikeluarkan biaya sertifikasi halal sebesar Rp. 62.500 /bulan, tidak seberapa berat bagi UMKM. Ribetnya prosesnya sertifikasi halal dari mulai alat, media, bahan baku, bentuk, kemasan dan nama produk mengandung unsur yang diharamkan atau tidak.

Pertanyaannya sejauh manakah sertifikasi halal mampu mendongkrak omzet UMKM ?

Sertifikasi halal ini memng bertujuan untuk melindungi konsumen terutama umat muslim agar terjaga dari makanan minuman haram dan tentu saja dari sisi kesehatan. Pengujian sebuah produk memang cukup jeli akan tetapi terkadang untuk bahan baku makanan luput dari perhatian. Sebagai contoh produk makanan berbahan baku tahu dan tempe seperti kerepek tempe, tempe mendoan, tahu crispy, tahu bakso dan sejenisnya. Pada saat memperoleh bahan baku tahu tempe tersebut pengusaha membelinya dipasar yang tidak ada label halal dari kedua produk tersebut, namun dikala telah diolah menjadi makanan jadi dianjurkan untuk bersertifikat halal. Padahal secara logika pengusaha kue hanya mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi.

Sejak ditandatanganinya ACTA (Asia China Tread Agreement) tak dapat dipungkiri produk-produk China merangsak masuk ke Indonesia, termasuk produk-produk UMKM dari mulai produk sksesoris, makanan, minuman, buah dan lainnya yang cenderung harganya lebih murah. Dan sejauh saya ketahui produk-produk makanan minuman tersebut sedikit sekali yang berlabel halal, ya tentu saja negara dimana mereka memproduksi tidak ada BPJPH. Karena harganya lebih murah maka produk mereka lebih disukai konsumen Indonesia tak hayal produk dalam negeri yang notabene hasil UMKM kalah bersaing.

Kebiasaan konsumen Indonesia dengan kondisi ekonomi yang belum maju saat akan membeli sebuah produk makanan dan minuman yang mereka lihat harga dan masa berlaku (expirednya) jarang sekali melihat label halal apalagi melihat komposisi sebuah produk. Sosialisasi sertifikasi halal yang hanya ditujukan pada UMKM namun tidak dirirngi dengan sosialisasi pentingnya mengkonsumsi produk halal akan muncul tidak kesingkronan antara produsen (UMKM) yang memproduksi produk halal dengan calon konsumen, sehingga sertifikasi halal dengan harapan agar umat muslim membeli produk UMKM yang halal tidak terpenuhi.

Kurangnya sosialisasi label halal bahwa sertifikasi halal akan menjamin UMKM menjual produknya dengan aman ditoko-toko, minimarket, supermarket yang selama ini mereka jual secara eceran dan berdasar pesanan. Kalau dulu di televisi sering kita lihat kampanye iklan Aku Cinta Produk Indonesia, apa salahnya departement agama yang menaungi sertifikasi produk halal melakukan hal yang sama, sehingga UMKM yang produknya bersertifikasi halal terbantu, bukan hanya dituntut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun