Perkembangan media sosial berpengaruh sangat signifikan bagi kalangan anak-anak hingga generasi muda. Dengan media sosial tersebut kita bisa melalangbuana kepenjuru dunia untuk saling berinteraksi sesama manusia dari segala macam suku, agama, ras wujud implementasi manusiaadalah makhluk sosial.
Dari media sosial tersebut orang akan mudah terkenal dan kadang ujug-ujug mendadak kaya, banyak Youtuber, Tiktoker, Selebgram yang meraih rupiah ratusan juta dari konten yang mereka buat. Namun tanpa sadar konten-konten mereka akan ditiru siapapun yang membaca, melihat dan mendengar. Padahal anak-anak kecil era sekarang sudah tidak Gaptek lagi, anak kecil usia yang mudah mengingat, menghafal dan menirukan apa yang mereka dengar dan lihat jika tanpa kontrol dan binaan orangtua akan berakibat fatal.
Salah satu sisi negatif konten youtuber, titktoker dan selebgram teruma dari Indonesia adalah dalam hal berbahasa baik lewat tulisan mereka maupun ucapan. Memang ada yang menganggap gaul, lucu akan tetapi akan berdampak pada hilangnya salah satu unsur jati diri bangsa Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Padahal sejarah mengungkap salah satu point Sumpah Pemuda yaitu "Berbahasa satu bahasa Indonesia".
Taikk, Jancok, Matamu, Anjing, Kamu Nanya.... dan lain-lain adalah tutur ucapan yang kadang ditiru anak-anak kecil dalam perilaku sehari-hari, tanpa disadari mereka para tiktoker mendidik anak-anak kecil untuk berkata, berucap dan berbahasa yang tidak baik. Bahasa Indonesia yang lahir dari rangkaian bahasa-bahasa yang ada di negeri ini, ada unsur bahasa arab, Jawa, Melayu dan lain-lain. Semasa sekolah SD masih ingat tentang bahasa Indonesia dari mulai Ejaan Lama, Ejaan Soewandi dan Ejaan Yang Disempurnakan. Dalam pengelompokannya bahasa Indonesia juga dikenal dengan bahasa Baku dan bahasa tidak baku. Bahasa baku inilah yang diajarkan bapak ibu guru dari masa SD hingga Mahasiswa terutama saat menyusun skripsi.
Penting memelihara bahasa Indonesia bukan hanya saat mengerjakan tugas sekolah ataupun membuat dokumen pekerjaan kantor namun dapat dilakukan dalam pergaulan sehari-hari baik dirumah maupun diluar rumah, warung kopi, tempat olahraga, kongkow dan lain-lain. Katrena kebiasaan sehari-hari tersebut tanpa sadar akan terbawa kelingkungan kantor dimana kita bekerja. Saat sidang DPR misalnya, dapat kita lihat tata cara berucap, sopan santun menjaga intonasi atau tidak seorang anggota DPR tersebut merupakan gambaran bagaimana mereka berbahasa sehari-hari.
Pendidikan berbahasa yang benar dapat dimulai sejak dini, seperti apa yang kita lihat dan dengar konten Tiktoker bocah cilik (Bocil) Lala, bocah berusia 3 tahun, Shabira Alula Adnan atau Lala terdidik dalam berbahasa baku baik dilingkungan keluarga maupun sekolah. Kalau kita cermati video kontel Lala ini dalam berucap terasa sopan,santun dan nampak ada aura wibawa dari bahasa Indonesia bakunya, bandingkan dengan konten yang berbahasa asal-asalan Taikk, Jancok, Matamu, Anjing, Kamu Nanya....terlihat sangat tidak sopan, melecehkan, dan mengesalkan.
Mungkin orangtua lebih banyak memonitoring perilaku anak-anaknya bermedsos, kalau perlu orangtua mengajurkan memfollow akun medsos Lala dan referensi untuk melihat kontennya karena bahasa Indonesia baku yang diucapkan Lala akan berpengaruh pada anak-anak kita. Sehingga ibu bapak guru tidak akan sia-sia saat mengajar pelajaran bahasa Indonesia sebab apa yang mereka ajarkan tidak terusak oleh konten-konten media sosial namun menambah keilmuan dari konten bahasa Indonesia baku ala bocah cilik Lala. Dan jangan lupa kita semua yang gemar menulis artikel di kompasiana ini, sering kali bahasa Indonesia yang kita gunakan tidak baku. Alangkah baiknya kita semua kompasianer juga jangan malu untuk belajar bahasa Indonesia baku dari Lala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H