Pada masa pemerintahan SBY-MJK pernah dilakukan kebijakan konversi bahan bakar minyak tanah ke elpiji/gas. Pro kontra pada masa itu terjadi berbagi isu bermunculan hingga isu mudah meledak, namun seiring berjalannya waktu hal tersebut tidak terbukti. Elpiji/gas diterima masyarakat dikarenakan lebih menghemat biaya kebutuhan sehari-hari dan juga lebih praktis.
Elpiji/gas dapat diterima masyarakat diberbagai kalangan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk usaha, banyak sekali kita jumpai para pedagang kaki lima, pedagang gorengan, bebek goreng, nasi goreng menggunakan elpiji/gas. Selain biaya yang relatip murah juga lebih praktis bisa dibawa kemana-mana terlebih untuk para pedagang kaki lima tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan ditengah mahalnya BBM ada anjuran untuk mengkonversi elpiji/gas ke listrik, khususnya untuk kompor. Selama ini alat masak selain kompor sudah banyak masyarakat memakai alat masak listrik semisal, oven, rice cooker, teko listrik, dan lain-lain akan tetapi untuk kebutuhan menggoreng dan memasak sayur tetap menggunakan kompor elpiji/gas efisiensi dan praktis serta murah alasan mereka menggunakannya.
Belum pernah juga melakukan pengujian dan kalkulasi biaya kompor gas vs kompor listrik lebih hemat yang mana. Secara keamanan dan kebersihan mungkin kompor lebih unggul, tapi tidak kepraktisan dan kepastian. Indonesia yang saya ketahui salah satu penghasil gas terbesar didunia, selain gas juga penghasil batubara yang juga bahan bakar alternatif penggati.
Secara kasat mata mungkin biaya kompor gas lebih murah dibanding kompor listrik ini kalau kita hitung dari semua biaya yang kita anggarkan. Kompor gas tidak perlu keluarkan biaya besar untuk membeli kompor dan tabung gas dan dipakai dalam jangka waktu lama. Sedangkan kompor listrik butuh instalasi listrik dengan daya yang lebih besar agar bisa digunakan untuk kompor listrik, selain itu juga kompor listrik harga lebih mahal terlebih kenaikan tarif dasar listrik juga dipengaruhi kenaikan BBM. Itu hitungan saya secara kasat btw belum pernah melakukan penelitian dan kalkulasi lebih detail.
Mungkin untuk kebutuhan rumah tangga kompor listrik lebih efisien, akan tetapi berbeda dengan para pengusaha restauran, depot, warung, pedagang kaki lima, pedagang gorengan, bebek lele ayam goreng dan lainnya. Mereka membutuhkan kompor yang cepat panas sehingga makanan yang dijual cepat matang dan disajikan. Ini dapat kita lihat saat pedagang gorengan, nasi goreng, bebek goreng mereka memakai kompor gas yang apinya besar dan tidak memungkinkan dijumpai pada kompor listrik. Dan yang terpenting bisa dibawa kemana-mana kompor gas tersebut dan tidak membutuhkan instalasi yang permanen.
Begitupula saat momen acara pesta pernikahan dan sejenisnya kompor gas lebih laik digunakan untuk memasak dalam jumlah besar dibanding kompor listrik, terlebih tidak ada rasa kekawatiran kompor akan mati karena listrik padam terutama saat musim penghujan. Kompor listrik akan diterima masyarakat jika tidak diperlukan biaya instalasi yang besar serta dijamin tidak ada listrik padam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H