Upaya pemerintah dalam menjaga kestabilan harga daging sapi saat ramadhan patut diapresiasi. Daging beku yang diimport serta dipatok dengan harga tertentu dengan subsidi bertujuan agar harga daging sapi stabil. Akan tetapi upaya penstabilan harga tersebut tak kunjung menemui hasil yang kongkrit, ini terlihat harga jual daging dipasaran tetap tinggi.
Tentulah ada yang salah dalam upaya tersebut , membaca sebuah kutipan berita kenapa hal tersebut terjadi.
Daging sapi beku sepi peminat, tidak laku walaupun dipatok dengan harga lebih murah
"Selain itu, daging sapi beku memiliki kandungan air yang terlalu tinggi, bisa mencapai 20-30 persen. 1 kg daging sapi beku, sebenarnya volume dagingnya hanya 7-8 ons saja. Karena yang 2-3 ons adalah berisi air. Jadi harga daging sapi beku sebenarnya tidak murah, dan bahkan merugikan konsumen karena mengalami penyusutan volume," kata Abdullah ketika diwawancarai Kompas.com, Jakarta, Sabtu (11/6/2016). Sumber kutipan Disini.
Disisi lain pernah kita dengar betapa tegasnya pemerintah dalam melindungi konsumennya dari perilaku menyimpang perdagangan daging sapi, teringat dengan istilah daging gelonggongan.
Petugasdari Dinas Pertanian, Peternakan mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hatidalam membeli daging sapi atau daging ayam. Ciri yang paling mudah untukmengetahui daging sapi yang sehat adalah warna daging yang merah dan digantung.Sementara itu, daging yang basah atau glonggongan biasanya tidak digantung dandiletakan di meja. “Warnanya pun pucat dan jika dipegang banyak mengandungair,” sumber kutipan.
Ada kemiripan antara daging beku import dengan daging sapi gelonggongan yang banyak mengandung air walaupun kadar air sedikit berbeda. Dari sisi kuantitas dan kulaitas kedua daging tersebut amatlah merugikan konsumen. Namun amat disayangkan belum ada statement resmi dari pihak terkait atas daging beku tersebut.
Wajarlah kalau penstabilan harga daging dengan cara import daging sapi tidak menunjukkan hasil signifikan karena daging yang dihadirkan kualitasnya tidak lebih baik dari daging yang ada dipasaran. Masyarakat mulai cerdas dalam melihat thal tersebut, mereka tidak akan cenderung melihat harga daging yang dijual murah namun melihat pula kualitas dan kuantitas dari daging.
Dalam itungan riil masyarakat akan merinci beli daging harga 80.000 namun kuantitasnya tidak sampai 1 kilo karena sebagian air, dibanding beli daging harga 120.000 kualitas segar dan kuantitas tetep 1 kg.
Secara logika pun demikian bagaimana bisa menurunkan harga sebuah produk dengan jual produk yang sama dengan harga murah tapi kualitas dan kuantitas lebih rendah. Semoga jadi cerminan pemerintah dalam membuat kebijakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H