[caption caption="Contoh hashtag save PLN. (sumber : dokpri)"][/caption]PT PLN (Persero) sebagai salah satu BUMN yang bertugas untuk melayani publik di bidang penyediaan tenaga listrik masih sering mengalami komplain baik dari stakeholders maupun masyarakat. Komunikasi yang dibangun melalui call center PLN 123 sampai dengan social media dirasa belum mampu memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan citra positif perusahaan di mata masyarakat. Kantor-kantor PLN di daerah masih sering menjadi sasaran demo warga yang tidak puas terhadap layanan PLN. Kejadian tahun 2015 kemarin saat terjadi demo besar-besaran di depan Kantor PLN Tanjung Pinang tentu masih membekas dengan segar di ingatan kita. Masyarakat dari berbagai kalangan seperti warga, mahasiswa, PNS, anggota DRPD sampai dengan walikota ikut turun ke jalan mendemo kantor PLN yang dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan pemadaman di daerah tersebut. Ada apa dengan sistem komunikasi publik di PLN ? Para tokoh masyarakat dan pemerintahan seperti walikota yang diharapkan mampu “membela” PLN disaat genting tersebut justru tampil paling depan untuk menuntut PLN.
Sebagai contoh di wilayah kota Palembang, sebagian besar komplain pelanggan masih seputar pemadaman listrik yang terjadi baik pemadaman yang terjadi akibat pemeliharaan maupun akibat gangguan. Hal ini diantisipasi oleh pihak PLN dengan membuka saluran informasi melalui call center 123 yang akan langsung meneruskan info gangguan tersebut ke Kantor Rayon PLN terkait, dengan target satu hari selesai. Penanganan tersebut mampu memberikan hasil positif, dapat dilihat sudah berkurangnya atau hampir tidak ada lagi demo terkait pemadamah di wilayah kota palembang. Namun hujatan di media sosial milik PLN masih terus terjadi.
Agar komunikasi publik yang efektif bisa terjadi, maka PLN harus menganalisa terlebih dahulu audiens yang dihadapi. Dalam era digital seperti saat ini salah satu audiens yang harus dibidik adalah para netizen. Netizen merupakan istilah yang dibentuk dari kata Net (internet) dan Citizen (warga). Jika disatukan, artinya kurang lebih “warga internet” atau “penduduk dunia internet” Netizen adalah siapa saja yang mengakses dan menggunakan internet. Semua orang yang menggunakan internet bisa disebut netizen mulai hanya menggunakan mobile internet, komputer rumah yang terkoneksi internet, mahasiswa yang berjam-jam bisa membuka halaman facebook untuk update berita terbaru dari teman-teman meraka, hingga orang yang bersuara kritis melalui media blog dan twitter.
Netizen, sederhananya adalah mereka yang aktif beraktifitas di ranah online. Mereka yang memiliki akses dan cukup tidak gaptek untuk mengakses internet dan mengemukakan suaranya. Seiring dengan pertumbuhan media sosial seperti blog, youtube, facebook, twitter, instagram, path dan seterusnya serta terjangkaunya biaya sambungan internet, para netizen kini semakin ekspresif dalam mengemukakan pendapatnya melalui media internet. Ketika sedang offline, netizen tidak berbeda dengan citizen (warga) lainnya. Mungkin ada beberapa perilaku unik yang membedakan seorang netizen dengan citizen seperti kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi pengoptimalan handphone / smartphone yang selalu aktif dan tweet yang selalu dipublish secara mobile. Karena di Indonesia ini, handphone yang terkoneksi dengan internet bisa dibeli dengan harga terjangkau sehingga semua orang bisa sangat mudah dekat dengan internet.
Keberadaan netizen harus mampu diposisikan oleh PLN dengan sebaik-baiknya. Kalau jaman dahulu kita sering mendengar jargon “seluruh pegawai PLN adalah humas bagi PLN” maka sekarang harus kita mulai tambahkan agar netizen juga menjadi mitra informasi dan komunikasi bagi PLN karena banyak gerakan-gerakan perubahan sosial yang dimulai oleh para netizen sebagai pencetusnya, seperti #saveKPK, #savePOLRI sampai #kamitidaktakut adalah beberapa contoh gerakan sosial yang murni dicetuskan oleh para netizen dan langsung diapresiasi oleh masyarakat luas. Diharapkan bila suatu saat nanti terjadi masalah antara PLN dengan lembaga atau masyarakat, maka gerakan #savePLN dapat menjadi dukungan nyata dari masyarakat bagi PLN untuk dapat terus berkiprah dalam menjalankan tugasnya melayani kelistrikan bagi masyarakat.
Untuk mampu mendapat simpati dari para netizen ini, PLN diharapkan mampu melakukan beberapa hal, diantaranya:
Satu, memberikan informasi secara update dan aktual. Bila terjadi pemadaman akibat gangguan, disegerakan memberi info lewat socmed berupa jenis gangguan, daerah terdampak serta usaha kita dalam menangani gangguan tersebut, wajib disertai foto usaha yang kita lakukan tersebut. Dikarenakan masyarakat sekarang lebih peduli atau respek terhadap kerja langsung, bukan janji atau harapan belaka.
Dua, mengoptimalkan pemakaian social media secara tepat. Kita lihat di timeline twitter @pln_123 masih banyak “sampah” yang bertebaran. Sebaiknya harus dimulai filterisasi info apa saja yang ditampilkan disana, bukan setiap netizen harus kita balas dan tanggapi di timeline tersebut. Perbanyak foto penanganan gangguan yang terjadi, karena sebagaimana kita ketahui setiap ada pemadaman pasti pasukan PLN akan langsung menangani gangguan tersebut, tidak mengenal lagi siang maupun malam. Hal ini merupakan kerja “biasa” bagi insan PLN. Namun masih sedikit masyarakat yang tahu proses tersebut. Hal inilah yang perlu kita perbaiki bersama. Sebagai contoh beberapa waktu yang lalu social media heboh dengan foto polisi yang membantu mendorong mobil yang macet, padahal itu hanya pekerjaan biasa namun dapat mengundang simpati atau perhatian masyarakat.
Tiga, pelihara rasa peduli dan empati terhadap masyarakat. Adanya pengaturan media facebook dan instagram PLNTV dan PLN kita yang cenderung menjadi “ajang pamer dan narsis” para pegawai PLN, dimana hal tersebut baik bagi komunikasi internal pegawai, namun bisa diatur agar media komunikasi internal kita tidak menjadi santapan umum bagi masyarakat. Karena rasa empati terhadap masyarakat menjadi salah satu kunci penting dalam kesuksesan komikasi publik. Karena publik pasti marah atau geram dimana di suatu daerah sering terjadi pemadaman namun saat melihat media diatas, pegawai PLN lagi senang-senang atau lagi melaksanakan acara diluar pelayanan terhadap masyarakat.
Empat, adanya duta PLN yang “benar-benar bekerja”. Pencitraan dalam sebuah komunikasi publik sah-sah saja, asal tokoh yang dicitrakan tersebut benar-benar melaksanakan pengabdian terhadap perusahaannya. Di PLN sebenarnya sudah ada pemilihan duta PLN namun kriterianya masih masih banyak ke hal fisik, seperti tinggi badan, tampang dan menarik, dsb. Ke depannya diharapkan pemilihan duta PLN tersebut jangan dititik beratkan pada tampilan fisik, namun pengaruh terhadap kinerja nyata dan pengabdian ke masyarakat, apabila tampilan duta tersebut memang menarik, itu merupakan bonus. Seperti dalam film “Enemy at The Gates” (2001) dimana saat prajurit rusia semangatnya mulai melemah dalam menghadapi Nazi, dimunculkanlah tokoh Vassili Zatsev, seorang sniper prajurit rendahan namun memiliki kemampuan menembak yang terbaik, sehingga semangat prajurit Russia bisa meningkat bila merasa berperang dengan ada Vassili Zatsev disisi mereka.
Dari paparan tersebut diatas, masih banyak peluang perbaikan bagi perusahaan sebesar PLN untuk dapat menyempurnakan sistem komunikasi publiknya. Namun dengan dukungan semua pihak termasuk jajaran Manajemen yang peduli, kita optimis dukungan publik yang selama ini masih banyak “memusuhi” PLN lambat laun akan berubah menjadi mendukung bahkan membela PLN. Karena kebutuhan primer bukan lagi sandang, pangan dan papan, melainkan sandang, pangan dan colokan.