Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Seorang opinimaker pemula yang belajar mencurahkan isi hatinya. Semakin kamu banyak menulis, semakin giat kamu membaca dan semakin lebar jendela dunia yang kau buka. Never stop and keep swing.....^_^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jihad Palsu ISIS Atau Teroris, Jihad Sesungguhnya Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua

21 Januari 2016   15:54 Diperbarui: 21 Januari 2016   15:59 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Pak Jokowi Sungkem ke Ibunya. Source:"www.tempo.co"]Patuh dan taat kepada orang tua adalah perintah Tuhan Yang Maha Esa. Betapa tidak, atas jasa yang luar biasa besar dan bahkan sampai digambarkan tiada segala sesuatu yang ada di permukaan bumi ini mampu untuk membandinginya, tidak sedikitpun. Ingat sebuah kata-kata mutiara dalam sabda nabi yang biasa dijadikan nasihat "Surga Berada di Telapak Kaki Ibu," sangat tepat jadi gambaran dan renungan pemikiran pada kalimat kedua tadi. Kisah manusia sejak di dalam kandungan Ibu sampai jadi orang seperti sekarang adalah story of noble journey yang menggambarkan begitu besar jasa kedua manusia yang mulia tersebut, yakni Ayah dan Ibu.

Umat muslim telah diajarkan dalam kitabNya, Al-Quran, bagaimana muslim-muslimah bersikap terhadap kedua orang tua mereka. Beberapa ayat yang termaktub di dalam kitab tersebut menjelaskan dan memerintahkan kepada anak manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Seperti Firman Allah SWT dalam Surat Annisa ayat 36, " Dan menyembahlah kepada Allah dan janganlah kau menyekutukan (berbuat syirik) kepadaNya sedikitpun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua". Kita tahu secara lahiriah bahwa mereka telah bersusah payah meramut dan merawat. Bahkan kesusahan mereka juga telah difirmankan Allah SWT dalam sebuah ayat dalam Surat Lukman Ayat 14, “Dan telah Kuwasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang tuanya (untuk berbuat baik), di mana Ibunya telah mengandung dalam kondisi susah di atas susah, dan menyapihnya di umur 2 tahun. Maka bersyukurlah kepadaKu dan kedua orang tua, dan kepadaKu lah tempat kembali”. Inilah alasan mengapa Allah SWT perintah kepada kita sebagai manusia untuk selalu memperbaiki tindak-tanduk dan perbuatan kita kepada kedua orang tua.

Rosulullah SAW, Nabi Muhammad sebagai utusan Allah juga memperkuat pernyataan firman Allah di atas. Beliau sering nasihat kepada sahabat-sahabatnya supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Pernah suatu ketika Nabi Muhammad kedatangan seorang “rojul” (kata dalam bahasa arab artinya seorang laki-laki) yang ingin baiat kepada beliau. Dia berjanji kepada Nabi ingin hijrah dan jihad, juga ingin mencari pahala dari Allah. Kemudian oleh Nabi Muhammad ditanya, “Apakah salah satu dari orang tua kamu masih hidup?”, “Iya ada, bahkan keduanya masih hidup,” jawab rojul. “Apakah kamu benar-benar ingin mencari pahala dari Allah?” tanya Nabi seraya ingin menegaskan keteguhan hati rojul tersebut. “Iya,” tegas rojul. “Baiklah, sekarang kamu kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu berbuat baiklah dalam pergaulan terhadap keduanya,” ujar Nabi bersabda, menasihatinya.

Seperti kisah yang diriwayatkan dalam sebuah hadis dalam Sunnah Muslim di paragraf di atas, terkandung makna bahwa untuk jihad agar mendapatkan pahala Allah tidak melulu ditafsirkan atau dikonotasikan dengan pengertian peperangan. Yang sekarang istilah “Jihad” dijadikan komoditi oleh sekelompok oknum (Fans atau Pelaku Terorisme, ISIS dsb) yang mengatasnamakan agama Islam untuk memenuhi hasrat para Imam-Imamnya agar menjadi penguasa yang dipenuhi dengan harta, tahta dan wanita, sementara jamaah para terorisnya didoktrin menjadi pelayan-pelayannya yang setia dan sangat loyal. Kesetiannya dan keloyalannya mereka telah disemukan oleh Amirnya dengan janji yang sangat tak masuk akal, ngawur dan jauh sekali dari ilmu agama Islam. Janjinya, yaitu bahwa dengan Bom Bunuh Diri, mereka akan dimasukan ke surga, darah yang mengalir akan menjadi penghapus dosa mereka dan yang paling gila, mereka yakin setelah mati dengan cara meledakan istyihadah (sabuk bom) yang melekat di badannya akan dijemput langsung 72 Bidadari Surga [Sumber: Balipost, 07 Juni 2006]. Padahal jelas ideologi teroris yang menghalalkan Bom Bunuh Diri dengan dalih rekayasa Jihad sangat jauh menyimpang dari ilmu jihad asli nan murni Rosulullah, Nabi Muhammad SAW yang telah beliau ajarkan. Seperti yang telah diajarkan oleh salah satu Ustadz saya, Ihsan Muhyiddin atau nama lainnya Abu Sahl. Silahkan, dasar dalilnya bisa Sobat buka di sini. Jadi jelas bahwa meramut, memperbaiki dan berbuat baik kepada kedua orang tua adalah sebuah wujud implementasi jihad fii sabilillah yang sesungguhnya di masa kini.

Ada banyak ilmu-ilmu dalam agama Islam yang mengajarkan tentang berbuat baik kepada kedua orang tua yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang tertuang dan diriwayatkan dalam beberapa hadis, seperti HR Bukhori, HR Muslim, HR Nasai, HR Abu Daud, HR Tirmizi, HR Ibnu Majah dan Hadis-hadis riwayat lainnya yang sahih. Ada satu ilmu yang baru saja saya pelajari dan masih berkaitan dengan orang tua. Orang tua kita pasti memiliki kerabat, juga handai tolan (sahabat dan teman). Saya sendiri selalu diajarkan oleh orang tua saya untuk selalu membangun dan membina tali silaturahmi, baik antar saudara, kerabat ataupun sahabat dan teman. Sebab, kita sebagai manusia sejatinya tidak bisa hidup seorang diri, pasti membutuhkan orang lain, meski hanya sekadar ngobrol santai menghilangkan penat, berkeluh kesah dan bahkan sampai perihal hutang-piutang. Jadi kesimpulannya, kita makhluk Allah yang berakal tidak bisa hidup hanya sebatang kara. “Sebatang Kara” saja masih berdua, antara kata “sebatang” dengan “kara” selalu setia menemani satu sama lain. Mr. Mainstream pun bilang “Truk Aza Gandengan!”. Artinya, membangun ikatan pertemanan, persahabatan atau bahkan persaudaraan yang terjalin indah dalam tali silaturahmi akan menjadikan hidup kita semakin bermakna dan berarti. Saking pentingnya menyambung kebaikan silaturahmi antar kerabat dan handai tolan yang telah dibangun oleh kedua orang tua kita, oleh Nabi Muhammad SAW dianjurkan untuk terus menjaga eksistensi kebaikan tersebut. Pandangan ini saya buat dari hadis-hadis nabi yang telah saya pelajari dalam sebuah pengajian. Satu hadis tertuang dalam HR Muslim dan satu hadis lainnya tertulis dalam HR Abu Daud. Berikut kutipan dua hadis tersebut:

1. Diriwayatkan oleh Abdillah Bin Umar (anaknya Umar Ibnu Khatab), bahwa sesungguhnya ada seorang Rojul dari desa bertemu dengan Abdillah Bin Umar pada suatu jalan di Mekah. Rojul tersebut mengucapkan salam kepadanya. Lalu, Abdillah Bin Umar memberinya 3 ekor Himar (Keledai), lantas Rojul tersebut menaiki himarnya. Dan Abdillah Bin Umar juga memberikan Rojul serban yang dipakai dikepalanya. Maka, Ibnu Dinar berkata kepada Abdillah Bin Umar: “Semoga Allah memperbaiki tindakanmu, mereka kan hanya orang desa, diberi sedikit saja sudah ridho (senang)”. “Sesungguhnya bapaknya rojul ini adalah cinta dengan Umar Ibnu Khatab (seorang sahabat yang mencintai bapaknya Abdillah Bin Umar)” balas Abdillah Bin Umar menjelaskan mengapa dia memberi banyak. Kemudian Abdillah Bin Umar menuturkan sabda Nabi Muhammad SAW kepada Ibnu Dinar yang tidak familiar dengan sikapnya Abdillah Bin Umar: “Sesungguhnya lebih baiknya kebaikan itu adalah menyambung (tali silaturahmi) anak yang yang dicintai oleh bapaknya”. [H.R. Muslim]
2. Diriwayatkan oleh Abi Usaid, yaitu Malik Bin Robiah Assaidi, suatu saat kami berada bersama Rasulullah SAW, ketika itu datang seorang Rojul dari Bani Salamah. Rojul itu berkata: “ Ya Rosulullah, adakah kebaikan yang tersisa yang bisa aku kerjakan untuk kedua orang tua yang sudah meninggal dunia?”, Rosul menjawab: ”Ada, yaitu mendoakan rohmat pada keduanya (ayah dan Ibu), membaca istighfar untuk keduanya, meneruskan janji keduanya setelah keduanya wafat, dan bersilaturahmi yang belum dikerjakan keduanya, juga memulyakan teman keduanya”. [H.R. Abu Daud]

Saya bukanlah seorang ustadz bukan pula ulama layaknya pemuka-pemuka agama. Tetapi keprihatinan dan panggilan jiwa ini, sebagai umat muslim telah menggerakan hati saya untuk meluruskan akidah atau ideologi para pembela, pemuja, pentaklid buta atau pengkultus paham radikalisme atau terorisme, yang bernaung bangga di bawah bendera berlafadh “La ilaha illallah”, dan lagi dan lagi mengecoh begitu magis dengan selalu mengusung moto “Jihad Palsu” mengatasnamakan agama Islam.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun