Ridwan Arifin. Sebuah nama yang sejak pertama kali dikenal pada tahun 2017 telah meninggalkan kesan mendalam dalam hidupku. Berawal dari ruang kelas dalam pendidikan pejabat imigrasi, aku menyaksikan bagaimana beliau membawa semangat belajar dan berpikir cepat yang membakar antusiasme para siswa, termasuk diriku yang saat itu baru saja memulai perjalanan di dunia pendidikan keimigrasian.
Ada pertemuan yang Tuhan atur dengan begitu indah, dan salah satunya adalah saat aku bertemu dengan PakNamun, Pak Ridwan bukanlah sekadar seorang pendidik biasa. Gaya mengajarnya yang kreatif, atraktif, dan komunikatif selalu berhasil membuat materi yang kompleks menjadi sesuatu yang terasa dekat dan relevan. Beliau adalah tipe guru yang tidak hanya mengajar untuk dimengerti, tetapi juga menginspirasi untuk berpikir lebih jauh.
Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, aku kembali dipertemukan dengannya di dunia yang sama---dunia pendidikan. Tetapi kali ini, beliau adalah sosok yang berbeda. Tidak lagi hanya sebagai seorang pengajar, tetapi sebagai seorang akademisi yang telah menyelesaikan pendidikan doktoral di Sekolah Kajian Stratejik Universitas Indonesia dengan predikat Summa Cumlaude. Sebuah pencapaian yang bukan hanya mencerminkan kerja keras, tetapi juga dedikasi dan visi yang jauh ke depan.
Disertasi: Kontribusi Nyata untuk Ilmu Pengetahuan dan Kebijakan
Disertasi yang beliau hasilkan tidak hanya sekadar memenuhi syarat akademik, tetapi juga membawa kontribusi nyata bagi dunia keimigrasian. Dalam disertasinya yang berjudul "Studi Kritis Pengawasan dan Pemeriksaan Keimigrasian di Perbatasan Maritim Indonesia", beliau mengupas tuntas isu-isu strategis yang relevan dengan kebijakan keimigrasian. Fokus penelitian ini terletak pada tiga isu utama: lemahnya pengawasan akibat regulasi yang terfragmentasi, kurangnya koordinasi lintas lembaga, dan belum adanya konsep pengawasan terpadu di wilayah perbatasan maritim.
Melalui pendekatan analitis dan metodologi grounded theory, disertasi ini menawarkan solusi konkret seperti pendirian Pangkalan Laut Keimigrasian (PLK) di titik strategis, harmonisasi regulasi nasional dengan standar internasional seperti UNCLOS dan IMO FAL, serta penerapan konsep lima fase pengawasan keimigrasian. Lima fase ini meliputi identifikasi risiko, analisis data, pengawasan fisik, penegakan hukum, dan evaluasi berkelanjutan. Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi yang relevan untuk meningkatkan efektivitas manajemen perbatasan maritim, menjadikannya lebih adaptif terhadap dinamika global.
Salah satu poin yang menarik dari disertasi ini adalah pengakuan terhadap pentingnya kolaborasi lintas sektor. Pak Ridwan menggarisbawahi perlunya integrasi antara instansi seperti Imigrasi, Bea Cukai, Bakamla, dan TNI Angkatan Laut. Dengan kolaborasi ini, ancaman seperti penyelundupan manusia, perdagangan ilegal, dan narkotika dapat ditekan secara signifikan. Dalam pidato promosi doktornya, Pak Ridwan juga menekankan bahwa "tulisan adalah artefak pikiran manusia"---sebuah pengingat bahwa ilmu yang dituliskan akan terus memberi manfaat bagi generasi berikutnya.
Lebih dari itu, disertasi ini juga membuka ruang diskusi yang mendalam tentang perlunya penguatan teknologi dalam pengawasan maritim. Dengan mengadopsi teknologi modern seperti pemantauan berbasis satelit dan sistem manajemen risiko digital, pengawasan di perbatasan maritim Indonesia dapat menjadi lebih responsif dan efisien. Hal ini tidak hanya meningkatkan keamanan, tetapi juga mendukung kelancaran arus perdagangan internasional.
Inspirasi dari Sebuah Persahabatan