Superhero seringkali didefinisikan sebagai individu dengan kekuatan luar biasa yang berperan sebagai pahlawan dalam membantu dan melindungi mereka yang lemah. Dalam literatur dan budaya populer, tokoh-tokoh fiksi seperti Batman, Superman, dan Spiderman kerap menjadi simbol dari kekuatan fisik dan mental yang luar biasa. Namun, dalam realitas sehari-hari, apakah konsep manusia super ini benar-benar ada?
Jika kita menarik definisi superhero ke dalam konteks kehidupan nyata, setiap individu sesungguhnya memiliki potensi untuk menjadi "superhero," terutama bagi dirinya sendiri. Pandangan ini dapat dijelaskan melalui konsep pengembangan diri dan kekuatan mental yang berpusat pada pemahaman bahwa manusia mampu mengatasi kelemahan dan tantangan yang ada dalam hidupnya.Â
Tugas utama seorang superhero bukan hanya untuk menyelamatkan orang lain, melainkan juga untuk membantu diri sendiri saat dihadapkan dengan situasi sulit, perasaan ragu, atau gangguan mental seperti overthinking yang dapat melemahkan.
Dalam psikologi, konsep ini berkaitan erat dengan teori mindset, yang diperkenalkan oleh Carol Dweck. Menurut Dweck (2006), mindset merupakan kunci utama dalam menentukan bagaimana individu merespons tantangan dan kesulitan hidup. Mindset yang positif, atau dikenal sebagai growth mindset, memungkinkan seseorang untuk melihat masalah sebagai peluang untuk berkembang.Â
Sebaliknya, fixed mindset akan cenderung membatasi kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan. Pandangan ini juga diperkuat dalam perspektif teologi Islam, di mana Allah berfirman, "Aku sesuai prasangka hamba-Ku" (HR. Bukhari dan Muslim), yang mengindikasikan bahwa cara seseorang memandang hidup dan dirinya sendiri sangat mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
Secara praktis, kekuatan mindset ini dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Saat seseorang menghadapi kesulitan, reaksi alami yang muncul seringkali adalah ketidakmampuan, rasa takut, atau keraguan. Namun, dengan membangun mindset yang kuat dan positif, individu dapat mengubah persepsi tersebut. Mereka dapat melihat bahwa setiap rintangan memiliki solusi, dan bahwa kelemahan bukanlah hal yang harus dihindari, melainkan diatasi. Dalam konteks ini, setiap individu memiliki peran sebagai "superhero" yang mampu menolong dirinya sendiri dari keterpurukan mental dan emosional.
Lebih lanjut, penelitian juga menunjukkan bahwa individu dengan mindset positif memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi stres dan kesulitan hidup. Luthans dan Youssef (2007) dalam penelitian mereka tentang psychological capital menemukan bahwa elemen-elemen seperti harapan, efikasi diri, optimisme, dan ketahanan mental memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam mengatasi masalah. Dengan demikian, menjadi "superhero" bagi diri sendiri melibatkan penggunaan kekuatan pikiran dan keyakinan untuk melawan keterbatasan dan kelemahan yang melekat.
Dalam konteks spiritual, keyakinan bahwa Allah mengikuti prasangka hamba-Nya memberikan landasan penting bagi pembentukan mindset positif. Dengan berprasangka baik kepada Allah, seseorang akan lebih optimis dalam menghadapi tantangan, karena ia percaya bahwa setiap kesulitan dapat diatasi dengan pertolongan-Nya. Keyakinan ini menjadi kekuatan tambahan yang melengkapi potensi individu dalam menolong diri sendiri dan membangun ketahanan mental.
Kesimpulannya, menjadi "superhero" bagi diri sendiri bukanlah sekadar fantasi atau konsep fiksi. Dengan mindset yang tepat, individu dapat mengatasi kelemahan, melawan pikiran negatif, dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Oleh karena itu, kekuatan superhero dalam kehidupan nyata tidak terletak pada kekuatan fisik, melainkan pada kekuatan mental dan spiritual yang dibangun melalui mindset yang berlandaskan keyakinan positif terhadap diri sendiri dan kepada Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H