Indonesia sudah seharusnya memiliki peran yang besar dalam mencegah Perang Nuklir di Semenanjung Korea. Modal Indonesia bukan karena kekuatan militer atau ekonominya, tetapi Indonesia memiliki diplomasi bebas aktif yang menjadi kekuatan utama.
Bahkan dengan status bebas aktif itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara paling aman di dunia. Kenapa? Kebijakan bebas aktif itu menjadikan Indonesia tetap independen dan menjadi pelopor dan Gerakan Non Blok sehingga mampu menjaga perdamaian dunia. Peran tersebut seharusnya ditularkan Indonesia ke dua negara yang bersiteru yakni Korea Selatan dan Korea Utara.
Tesis yang hendak dibangun pada artikel ini adalah andaikan dua Korea mengikui pola diplomasi bebas aktif ala Indonesia, maka tidak ada ada perang nuklir di Semenanjung Korea. Tesis tersebut dielaborasi dengan penjelasan dan argumentatif yang memiliki nilai empirik bisa menjadi diskursus peningkatan peran diplomasi Indonesia dan peningkatan kerja sama militer Indonesia.
Teror Nuklir Korea Utara Menggetarkan Korea SelatanÂ
Semenanjung Korea selalu menjadi titik panas yang bisa pecah perang dalam skala besar. Aktor utamanya karena dunia menyalahkan Korea Utara yang tak mau tunduk dan sulit dikendalikan. Tapi, sejarah mencatat bahwa Korea Utara lebih memilih kelaparan dan menderita dibandingkan harus hormat kepada Korea Selatan yang disebutnya sebagai boneka Barat.
Motif utama yang membuat Korea Utara selalu percaya diri adalah mereka memiliki senjata nuklir. Meskipun itu adalah barang haram dalam perspektif Barat, tetapi Korea Utara tetap menganggapnya itu sebagai hak segala bangsa dalam pengembangan senjata nuklir. Kepercayaan diri itu semakin meningkat ketika Pyongyang berulang kali menggelar latihan perang dan meluncurkan misil melintas Korea Selatan dan Jepang. Tak bisa dibayangkan ketika sebagian warga kedua negara itu ketika rudal Korea Utara melintas di atas wilayah mereka.
The Arms Control Association mengungkapkan pada laman internetnya bahwa Korea Utara yang mampu mengambangkan senjata nuklir sejak 1962 dengan mendirikan Pusat Penelitian Nuklir Yongbyong, sudah memiliki 50 hulu ledak nuklir hingga Januari 2024. Selain itu, mereka diperkirakan memiliki 70-90 senjata nuklir. Mereka sudah pernah melakukan enam kali uji coba senjata nuklir antara 2006 hingga 2017.
Strategi militer Korea Utara adalah mendewakan militer sebagai kekuatan utama di negara tersebut untuk melaksanakan reunifikasi di Semenanjung Korea. Reunifakasi sebagai tujuan utama militer juga menjadi hal esensial untuk keberlangsungan Korea Utara di masa mendatang. Seperti diungkapkan Hoer T Hodge, pakar Korea Utara, bahwa untuk mencapai tujuan tersebut maka Korea Utara harus menjadi militer sebagai instrumen paling utama.
Bahkan dalam buku The Origins of Major War, Dale Copeland mengungkapkan di tengah situasi ekonomi yang memburuk pun, kekuatan militer Korea Utara tetap menjadi hal yang mendominasi jika dibandingkan dengan negara lain. Mereka tetap menggunakan strategi yang ofensif untuk mencapai segala tujuan. Itu dilakukan dengan berbaai provokasi yang dilakukan Korea Utara.
Meskipun dikenal sebagai negara yang kaku, Korea Utara memiliki hubungan diplomasi dengan 160 negara di seluruh dunia. Itu menunjukkan kehadiran Korea Utara diakui di banyak negara. Prinsip diplomasi yang dipegang Korea Utara adalah mendefinisikan diri mereka sebagai negara revolusioner untuk mempertahankan kedaulatan negara dan kemerdekaan politik serta kesatuan nasional.