Faktanya, jika dibandingkan dengan China. Apa yang sudah dilakukan Indonesia sangatlah tertinggal China sudah membangun tiga pulau buatan di Laut China Selatan yang menjadi pangkalan militer dengan dilengkapi sistem misi anti-pesawat dan kapal, senjata laser, dan peralatan jamming. Hal itu sangat masuk akal karena China sudah membangun pangkalan militer di Laut China Selatan selama 20 tahun terakhir.
Sedangkan Amerika Serikat (AS) dengan tetap dengan strategi kunonya dengan mengandalkan proxy war-nya, seperti ditempuhnya di Ukraina untuk menghadapi Rusia, dan Israel serta negara-negara Arab untuk menghadapi Iran, Korea Selatan untuk melawan Korea Utara, hingga Taiwan untuk menghadapi China.
Di Laut China Selatan, AS memanfaatkan Filipina sebagai proxy war. Selama pemerintahan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, AS berkomitmen menempatkan tentaranya di empat pangkalan militer baru untuk mempersiapkan konfrontasi dengan China. Itu menunjukkan AS tidak ingin berkonflik langsung dengan China, tetapi menjadikan Filipina sebagai garda depan atau proxy-nya jika terjadi pecah perang besar di Laut China Selatan.
Namun demikian, Indonesia harus kembali mempertahankan kedaulatan Indonesia diuntuk menunjukkan kehadiran militer di Laut China Selatan, terutama dengan menyiagakan kapal perang dan memperbesar kapasitas pangkalan Angkatan Laut-nya. Memperkuat Angkatan Laut di Natuna juga harus didukung dengan penggunakan teknologi militer yang canggih.
Memperkuat Lanud Raden Sadjad sebagai Pangkalan Drone Tercanggih
Melansir Komando Operasi Udara I, sebenarnya Indonesia sudah melakukan upaya untuk mempertahankan Natuna sejak 1952 dengan mendirikan Lanud Ranai di Kabupaten Natuna yang kini menjadi Pangkalan TNI AU (Lanud) Raden Sadjad. Sebenarnya, Lanud Raden Sadjad menjaga kepulauan Natuna merupakan pertahanan di wilayah barat dengan harapan agar mampu menjadi benteng pertahanan pertama jika terjadi gangguan keamanan berupa invasi negara asing.
Selama ini, pangkalan udara tersebut dilengkapi pesawat F-16 Fighting Falcon dari Skadron udara 16 di Wing Udara 6 Lanud Roesmin Nurjadi, Pekanbaru; Hely H225M Caracal, hingga Oerlikon Skyshiel. Pangkalan tersebut juga menambah jumlah tentara Angkatan Udara yang bertugas untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Lanud tersebut menjadi markas bagi Detasemen Pertahanan udara 475, 476, dan 477 Paskhas untuk memperkuat kedaulatan Indonesia.
Hal yang patut mendapatkan apresiasi karena prestasi berkaitan dengan Lanud Raden Sadjad adalah Lanud Raden Sadjad resmi memiliki Skadron Udara 52. Itu bukan skadron tradisional yang terdiri dari pesawat tempur. Tapi, itu mrupakan skadraon drone dengan kekuatan drone CH-4 Rainbow.
Dengan menghadirkan skadron drone di Natuna merupakan langkah tepat dan cerdas. Itu mengingatkan ketika Jenderal Henry "Hap" Arnold yang menghacar U-boat milik Nazi dengan pesawat pengebom B-17 dan B-24 tanpa pilot. Kini, drone merupakan mimpi dari Arnold yang menghadirkan perang canggih dan menggeser perang konvensional.
Seperti diungkapkan David Sterman dalam artikelnya berjudul Endless War Challenges Analysis of Drone Strike Effectiveness pada jurnal ilmiah HeinOnline pada 2022 menyatakan bahwa karakteristik drone adalah serangan yang lebih efektif. Tak mengherankan jika banyak negara sudah mengembangkan skadron drone untuk menghadapi ancaman konflik dan menjaga kedaulatan.