Selama ini kita sering diajarkan di sekolah bahwa bangsa2 di dunia yang pernah datang ke Nusantara adalah bangsa Eropa, yaitu Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Sedangkan bangsa Asia yang mengklaim sebagai kakak tertua bangsa Indonesia adalah Jepang. Maksud kata “datang” di sini saya coba persempit menjadi “berdagang” dan/atau “konflik” atau “bertempur”.
Ternyata, bangsa Amerika pun sudah pernah mendarat di wilayah Sumatra & berkonflik dengan penduduk setempat karena satu hal. Tapi fragmen sejarah ini tidak pernah dibicarakan di buku2 sejarah Indonesia, mungkin karena relatif singkat.
Tapi di beberapa yang ditulis oleh orang asing, kisah ini cukup mendapatkan tempat, untuk menyebut tidak hilang dari panggung sejarah, terutama buku-buku yang membahas sejarah militer perjalanan angkatan laut AS, misalnya:
1. “A Handbook of American Military History: from Revolutionary War to the Present”, Jerry K. Sweeney
2. “American Naval History: An Illustrated Chronology of the US Navy and Marine Corps, 1775 – Present”, Jack Sweetman
Kita bisa juga temukan tulisan mengenai peristiwa yang sama di paper yang ditulis oleh orang asing, misalnya:
3. “American in Southeast Asia before the ‘Pivot’: The ‘Battle of Quallah Battoo’ in 1832”, Farish A. Noor,
4. “American Military History”: A Resources for Teachers and Students, Paul Herbert, at. all.
Di antara sedikit sumber nasional yang menyinggung peristiwa ini adalah buku yang ditulis oleh M. Nur El Ibrahimy dengan judul “Selayang Pandang Langkah Diplomasi Kerajaan Aceh”, di dalam Bab 3 “Amerika Serikat Menjalankan The Gun-Boat Diplomacy Terhadap Kerajaan Aceh”. Ada baiknya kita coba lihat secara ringkas insiden yang ditulis di artikel2 asing sebagai “The Battle of Quallah Battoo 1832”dari sumber nasional ini.
Aceh memulai hubungan dagang dengan AS sejak tahun 1789 dan ketika Inggris keluar dari Sumatra pada tahun 1824 sebagai tindak lanjut dari Treaty of London 1824, AS masih menguasai perdagangan lada di Aceh Barat dan Aceh Selatan. Sejak awal mula kapal niaga Amerika berlabuh di wilayah perairan Kerajaan Aceh, tidak pernah ada catatan gangguan, atau pun tindakan yang tidak wajar terhadap ABK kapal niaga AS yang turun ke darat, apalagi dirampas oleh kapal laut Kerajaan Aceh.
Tahun 1829, harga lada di pasaran internasional anjlok sehingga kapal2 niaga AS yang datang ke pelabuhan Aceh juga merosot.
Tanggal 7 Februari 1831 kapal niaga “FRIENDSHIP” berlabuh di pelabuhan Kuala Batu, Aceh Selatan. Ketika Nahkoda kapal “FRIENDSHIP”, Charles Moore Endicot, dan anak buahnya turun ke darat, kapal tersebut dibajak oleh sekelompok penduduk Kuala Batu namun dapat diambil alih kembali berkat bantuan kapal2 niaga AS lain yang kebetulan sedang berlabuh di Kuala Batu. Kapal “FRIENDSHIP” menderita kerugian sebesar $ 50.000,00 & 3 orang ABK terbunuh. Inilah tindakan permusuhan pertama yang dilakukan oleh orang Aceh terhadap orang AS, setelah lebih dari 50 tahun menjalin hubungan baik.
Salah satu sebab yang diduga memicu terjadinya insiden itu adalah penipuan yang dilakukan terus menerus oleh pedagang2 AS dalam hal mengurangi berat timbangan lada ketika membeli dari saudagar Aceh. Sebab lainnya adalah provokasi pihak Belanda yang berhasil membayar penduduk setempat bernama Lahuda Langkap untuk merampok kapal “FRIENDSHIP” dengan menggunakan kapal sewaan yang dikibarkan dengan bendera Aceh.