[caption id="attachment_390264" align="aligncenter" width="450" caption="Bentang Speelwijk yang Kurang Terawat"][/caption]
Seperti Jakarta, Banten juga menyimpan peninggalan sejarah kompeni dan sisa-sisa kejayaan Kesultanan Banten pada abad ke-16. Semua bukti sejarah tersebut masih bisa dinikmati di Kota Tua, Banten Lama meski sebagian hanya berupa reruntuhan. Sambil menyelam minum air, sambil menikmati pemandangan Banten Lama yang masih hijau, bisa menambah wawasan sejarah dan mengagumi kembali kejayaan leluhur bangsa yang dengan gagah berani menentang VOC.
Niat ke Banten tiba-tiba saja muncul ketika merasa bosan berlibur di rumah. Mau ke Puncak atau Bandung rasanya jenuh dan kuatir macet. Akhirnya saya dan istri sepakat untuk mengemudikan si putih, panggilan mobil Livina putih kami, menuju Banten Lama.
[caption id="attachment_390271" align="aligncenter" width="400" caption="Menuju Banten Lama"]
Dari Jakarta kami menuju Banten melalui tol Jakarta-Cawang (Slipi)-Tangerang , kemudian berbelok ke kiri ke gerbang tol Karang Tengah-Cikupa, untuk kemudian keluar dari tol Serang Barat. Begitu keluar tol, sesuai petunjuk jalan kami berbelok ke arah kanan dan mengikuti petunjuk selanjutnya hingga kemudian tiba di gapura Banten Lama. Setelah melalui jalan yang tidak terlalu lebar, kami disambut oleh reruntuhan benteng yang sangat luas. Itulah benteng sekaligus keraton milik Kesultanan Banten yang bernama Situs Keraton Surosuwan.
Benteng tersebut nampak tidak terawat. Ada banyak semak belukar di pelataran dan menjadi tempat kambing berpesta pora. Kami tidak bisa masuk karena pagar benteng tersebut dikunci sementara petugas penjaga benteng tidak nampak batang hidungnya. Saya hanya mengintip dari jeruji pagar dimana nampak terowongan berkelok-kelok.
[caption id="attachment_390272" align="aligncenter" width="400" caption="Situs Keraton Surosuwan"]
[caption id="attachment_390273" align="aligncenter" width="330" caption="Terowongan Berkelok-kelok"]
Keraton Surosuwan diperkirakan dibangun pada abad ke-16 dan mengalami berbagai serangan. Hingga pada tahun 1808 keluarga Sultan Aliudin dan para prajuritnya terpaksa meninggalkan keraton karena serangan tiba-tiba atas perintah Gubernur Jenderal Daendels.
[caption id="attachment_390275" align="aligncenter" width="400" caption="Pelabuhan Karangantu"]