Mohon tunggu...
opi novianto
opi novianto Mohon Tunggu... Lainnya - suka dunia militer

Suka otomotif dan dunia militer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Kearifan Lokal di Balik Tol Cipali

12 Juli 2015   00:29 Diperbarui: 12 Juli 2015   09:18 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Batu Bleneng dari Balik Bus"][/caption]

Dalam setiap proses pembangunan jalan tol berbasis darat, pembebasan lahan selalu menjadi momok yang menakutkan. Mengapa? Karena proses pembebasan lahan selalu menjadi bagian terlama yang harus diselesaikan, contohnya dalam tol Cipali dimana pembebasan lahan memakan waktu sekitar tujuh tahun, dari tahun 2006-2013.

Setelah berhasil melakukan pembebasan lahan, tol Cipali juga memiliki problema karena jalannya melewati kawasan pesantren. Akhirnya setelah berunding dengan pihak pesantren maka jalan dibuat agak memutar. Hal ini disebabkan pihak pesantren juga tidak mau mendapatkan ganti rugi.

Dua hal lainnya adalah keberadaan batu bleneng di km 182 dan pemakaman di km 90. Keduanya dibiarkan tetap ada. Batu bleneng yang dipercaya warga memiliki aura mistis dan kekuatan magis itupun tidak dihancurkan oleh PT Lintas Marga Sedaya, melainkan cukup ditaruh di pinggir jalan tol dan diberikan dudukan. Keberadaan batu bleneng itu sekarang menjadi pusat perhatian pengguna jalan jika melintasi tol Cipali ini. Namun, PT LMS berharap warga tidak mengaitkan kecelakaan yang terjadi dengan keberadaan batu bleneng dan pemakaman. karena pada kenyataan pun mayoritas penyebab kecelakaan adalah berasal dari faktor pengendara, kelaikan kendaraan dan kelaikan jalan/fasilitas jalan tol, dan tentuya juga sumbangsih faktor alam seperti hujan dan angin kencang.

Selain itu, sisi lain yang menarik dari kearifan lokal di sepanjang jalur tol Cipali ini terletak di bawah jembatan   Cimanuk. Di sungai tersebut terdapat aktivitas ekonomi warga sekitar, yaitu berupa penambangan pasir sungai. Pasir sungai ditambang dengan menggunakan mesin penghisap pasir, dengan menggunakan selang yang di arahkan sampai ke dasar sungai. mesin penghisap tersebut di tenagai oleh kompresor angin. dan setelah terkumpul diangkut dengan menggunakan mini tongkang, sejenis perahu tempel yang digunakan sebagai "truck pick up" guna memindahkan pasir ke tepi sungai untuk selanjutnya dimuat ke dalam truk pasir guna ditransportasikan lebih lanjut.

[caption caption="Penambang Pasir"]

[/caption]

Jembatan Cimanuk ini dalam konstruksinya sudah mempertimbangkan dan menggunakan studi siklus banjir dengan standar 50 tahun, yang kurang lebih artinya bahwa dengan memperhatikan fluktuasi muka air, maka selama 50 tahun ke depan ketinggian muka air tidak akan membahayakan konstruksi bangunan jembatan di atasnya.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun