Selain penampilan dan fiturnya yang menarik seperti yang saya bahas di bagian pertama (http://teknologi.kompasiana.com/otomotif/2014/05/23/bajaj-pulsar-si-hitam-yang-tahan-banting-bagian-pertama-659261.html) , bajaj pulsar masih memiliki keunggulan dan keterbatasan lainnya. Apa saja itu? Yuk baca pengalaman saya mengendarai pulsar sejak enam tahun silam.
Beralih ke urusan konsumsi bahan bakar,Pulsar terbilang sangat irit untuk ukuran motor sport. Dengan cc mencapai 180, konsumsi BBM nya sanggup mencapai 1 liter untuk 30-40 km dengan bebagai kondisi medan jalan. Apalagi untuk kondisi luar kota yang relatif lancar, saya pernah mudik dar Jakarta ke Subang dengan kondisi full tank, dan kembali lagi ke Jakarta dengan hanya kehilangan tiga unit strip di meteran bahan bakar digital.
Begitu pun dengan ketahanan spare part, aki basah baru mulai ngadat ketika sudah berumur 4 tahun lebih dan baru saya ganti dengan aki Kering warna kuning berdasarkan anjuran komunitas pulsar. Sementara untuk satu set rantai beserta gear-nya baru diganti pada tahun 2013 dengan yang ori. Begitu pula bannya sangat awet, meski untuk ukuran aspal mulus kerap menjadi licin apabila hujan turun. Ban kemudian saya ganti lantaran ingin memakai yang tubeless dan agar lebih aman jika terkena ranjau paku.
Meski begitu bukan berarti sang serigala tidak punya kelemahan. Oli messin yang kadar penguapannya relatif tinggi adalah salah satunya. Dari saran mekanik di sebuah bengkel pulsar, 2 busi di mesin pulsar turut menyumbang pada panasnya mesin pulsar sehingga relatif lebih cepat menguapkan oli. Solusinya tiap dua minggu sekali, saya harus memeriksa ketinggian oli dan menambahkan oli bila perlu. Kemudian, daya tanjak yang agak di bawah pesaingnya, karenap terasa agak kempos (turun) tenaganya bila diajak melahap tanjakan.
Sayang pulsar sekarang kurang disokong di Indonesia. Keputusan yang paling banyak disesalkan oleh para rider pulsar, komunitas pulsar baik pulsarian maupun pulsarior yaitu keputusan Bajaj Auto untuk menjual Bajaj Pulsar200 NS melalui dealer Yamaha. Padahal justru itulah produk pamungkas Bajaj Pulsar yang paling dinanti sekaligus diminati, mengingat fiturnya yang lebih revolusioner dengantiga busi dan menurut berbagai blog bisa meladeni Kawasaki Ninja 250 dan Honda CBR 250. Entah ada korelasinya atau tidak, yang jelas banyak dealer maupun bengkel resmi Bajaj yang tutup seprti di Jl Samanhudi, di Kelapa gading dan di Jl Dewi Sartika. Dan di Jakarta, cukup sedikit bengkel resmi yang menangani bajaj. Yang tersisa dan terdekat mungkin hanya bengkel resmi di Jl. Gunung Sahari dan di Tanjung Barat, serta yang berada di Jl Raya Cibubur.
Akibatnya saya pun pernah menyatroni bengkel non resmi Bajaj yang sudah terkenal di antara rider dan komunitas pulsar, yaitu MJ Motor di kawasan Pondok Indah. Satu lagi yang relatif baru adalah Bengkel non resmi di MGK Kemayoran, yang didirikan oleh rider pulsar dengan menampung mekanik eks Beres Pulsar, terutama yang dari Samanhudi.
Sampai saat ini kami masih puas dengan bajaj pulsar. Belum tahu bagaimana untuk 2-3 tahun ke depannya? Akankah bajai pulsar masih nyaman dikendarai? Dan ternyata sudah ada rekan kerja yang siap menampung jika saya ingin melepasnya.
Baca artikel sebelumnya di: http://teknologi.kompasiana.com/otomotif/2014/05/23/bajaj-pulsar-si-hitam-yang-tahan-banting-bagian-pertama-659261.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H