Dalam 2 hari ke depan, umat islam seluruh dunia akan merayakan hari raya Idul Adha 1440 H atau Idul Kurban. Pada hari tersebut terdapat salah satu ibadah yang memiliki dua dimensi orientasi sekaligus yaitu Ibadah Kurban.
Dimensi dimakud adalah dimensi habbluminallah dan dimensi sosial (habbluminannas). Dimensi sosial ini yang dikupas dalam tulisan ini dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepekaan sosial kita kepada sesama.
Berbicara mengenai kondisi sosial suatu wilayah sangat erat kaitannya dengan kondisi ekonomi masyarakat. Perekonomian masyarakat yang lebih merata cenderung akan menciptakan suasana sosial yang lebih adem, nyaman, bahagia, kekeluargaan, rasa persaudaraan dan tentunya senang saling berbagi.
Sebelumnya mari kita buat helicopter view tingkat pemerataan ekonomi wilayah Indonesia secara makro. Berdasarkan Data BPS 2019, tingkat ketimpangan/kesenjangan pengeluaran penduduk Indonesia (Gini Ratio) bulan Maret 2019 sebesar 0,382. Indeks gini ratio tersebut lebih baik dari pada gini ratio pada periode yang sama tahun 2018 sebesar 0,389, tahun 2017 sebesar 0,393, dan tahun 2016 sebesar 0,397.
Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan semakin baik dari tahun ke tahun. Ini yang patut disyukuri karena hasil upaya segenap komponen bangsa dalam melakukan pembangunan selama ini mampu memperbaiki tingkat pemeratan pendapatan masyarakat. Hanya mengingatkan kembali semakin kecil nilai gini ratio atau semakin mendekati nol maka tingkat pemerataan ekonomi suatu wilayah semakin baik.
Berangkat dari data makro tersebut, bagaimana kaitannya dengan "Kurban". Mari kita potret data jumlah hewan Kurban dari tahun 2016 -- 2018. Menurut data dari berbagai sumber bahwa tahun 2016 jumlah hewan kurban sekitar 1 juta ekor, tahun 2017 sebanyak 1,12 juta ekor dan tahun 2018 sekitar 1,22 juta ekor dan diperkirakan tahun 2019 sekitar 1,35 juta ekor. Artinya terjadi peningkatan jumlah hewan kurban sekitar 10 persen/tahun atau ada peningkatan jumlah orang yang melakukan ibadah kurban setiap tahunnya.
Secara ekonomi, jumlah hewan kurban tersebut nilainya sangat dahsyat. Kementerian Pertanian memperkirakan tahun ini jumlah hewan kurban mencapai 1.346.712 ekor yang terdiri dari 376.487 ekor sapi, 12.958 ekor kerbau, 716.089 ekor kambing, dan 241.178 ekor domba. Apabila ini dirupiahkan, maka terjadi perputaran ekonomi sekitar Rp. 10 Triliun. Luar biasa, jumlah yang sangat besar.
Nilai yang besar tersebut dinikmati mulai dari masyarakat baik di desa-desa, di kampung-kampung maupun di wilayah perkotaan. Yang mendapatkan keuntungan ekonomi langsung antara lain penernak, petani pakan ternak, pedagang, sektor logistic/transportasi, dan tukang jagal serta masyarakat secara umum. Ini menunjukkan kurban merupakan salah satu pengerak ekonomi masyarakat.
Mengingkat potensi kurban sangat besar, maka pemerintah atau pihak terkait diharapkan dapat melakukan pengelolaan kurban secara nasional sehingga jumlah hewan kurban meningkat lebih besar lagi dan distribusi pembagian hewan kurban lebih merata yang dapat menjangkau daerah-daerah pelosok/pedalaman.
Selanjutnya kita buat perbandingan secara kasar antara perkembangan gini ratio dengan perkembangan jumlah hewan kurban untuk tahun 2016-2018. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah hewan kurban maka tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat semakin berkurang.