Internet mendemokratisasi. Berbeda dengan media konvensional yang sentralistik dan padat modal, dengan internet, siapapun dan kapanpun bisa membuat media sendiri. Mengisi konten informasi dan menyebarkannya, seperti munculnya banyak media berita online.
Perkembangan ini membawa dampak pada hukum pers. UU No 40 Tahun 1999 tentang pers memberikan ruang atas perkembangan ini karena UU tersebut diundangkan pada fase awal perkembangan internet. Didalamnya, defenisi pers disebutkan tak hanya informasi yang disebarkan melalui media cetak dan elektronik, tetapi juga "melalui saluran yang tersedia".
Dewan pers menafsirkan bahwa media siber termasuk dalam pengaturan  UU Pers. Dewan pers diberi kewenangan untuk memfasilitasi pembuatan aturan pers bersama komunitas pers(swaregulasi ataau self-regulation). Peraturan ini berisi pedoman dan larangan seputar pelaksanaan profesi jurnalistik termasuk media siber.
Swaregulasi ini merupakan bagian dari upaya mengembangkan sekaligus melindungi kebebasan pers. Yang menonjol adalah 11 pasal kode etik jurnalistik. Swaregulasi ini mengatur rambu-rambu profesionalitas pers dan memfasilitasi apabila ada konflik antara pers dan masyarakat. Penyelesaiannya diharapkan secara etik dan UU Pers memberikan hak koreksi dan hak jawab.Â
UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik turut memengaruhi pengaturan di bidang siber meski tak spesifik menyebut media siber. UU ini lebih banyak mengatur transaksi elektronik serta larangan-larangan berinternet yang berkonsikuesi dengan pidana.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H