Mohon tunggu...
Taufiqurrahman El-Battangany
Taufiqurrahman El-Battangany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Taufiqurrahman dilahirkan di bumi Battangan pada tanggal 19 juli 1995. saat ini ia sedang menyelesaikan jenjang pendidikannya di MTs. Nasy'atul-muta'allimin.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Tentang Sebuah Negeri

8 Agustus 2011   03:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelumnya mohon maaf saya tahu tulisan ini berupa apa, tapi saya sudah merasa puas karena suda bisa meluapkan beberap kegundahan dalam hati saya. Tulisan ini saya mulai dengan sebuah puisi.

Tafakkur Sebuah Laut

Bila engkau merasa kesepian di pantai ini

cukup kau sebut saja sebuah nama

maka Hidir akan segara datang menemuimu, sayang!.

Dan aku juga akan hadir menemanimu

untuk menutur tanya padanya;

tentang sebuah negeri yang tak pasti

tentang rezim yang tak bisa mencairkan kebekuan hati

dan tentang laut ini yang deburan ombaknya tak bisa

aku mengerti

Lalu, engkau tahu saying!

Mengapa kita harus hijrah dari negeri yang tuli

dan musti berada di pantai ini.

Marilah kita bersama-sama mencari jawaban dari “pertanyaan-pertanyaan” yang menghujani bangsa ini. Jawaban yang benar-benar bisa menjawab dan tak hanya sebatas wacana yang pada akhirnya hanya akan menjadi tumpukan sampah yang bertebaran di jalan-jalan, media cetak, dan selokan-selokan. Bangsa ini butuh jawaban yang bisa menjawab terhadap persoalan-persoalan yang tak kunjung selesai, mulai dari deskriminasi ras, suku, dan agama, penegakan hokum, hingga masalah yang ruwet yaitu korupsi.

Jawaban yang bisa memberikan solusi terhadap problematika kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan jawaban yang hanya akan menambah masalah. Bangsa ini tidak butuh jawaban yang berupa nilai, konsep dan wacana yang pada akhirnya hanya akan menjadi sampah. Tetapi bangasa ini butuh jawaban yang berupa strategi bagaimana agar bangsa ini bangkit dari keterpurukan, jurang kegelapan dan bisa lepas dari berbagai krisis menimpanya.

Sebenarnya menjadi suatu hal yang sangat ironis menurut saya, jika ada sebuah negeri yang memiliki banyak intlektual seperti Indonesia, namun tak bisa menyelesaikan masalah yang dialaminya. Ini merupakan sebuah pertanyaan besar, mengapa hal ini bisa terjadi.

Ini semua terjadi karena mereka hanya membicarakan soal nilai. Mereka itu hanya bisa berbicara bahwa, deskriminasi ras, suku dan agama itu tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Korupsi itu menghambat terhadap kelangsungan hidup bernegara dan sebagainya. Tetapi mereka sedikit yang berbicara strategi bagaimana untuk memberantas korupsi dan menjadikan bangsa ini tidak lagi mempersoalkan perbedaaan. Para intelektual kita sedikit yang meberikan solusi agar bangsa ini bebas dari berbagai masalah. Mereka cendrung lebih banyak “menghakimi” masalah daripada menyelesaikan masalah. Sehingga opini-opini mereka yang termuat dalam berbagai media hanya sebatas wacana yang mengklaim bahwa ini salah dan ini benar.

Coba sejenak kita menoleh pada sejarah, bagaimana Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional memperjuangkan pendidikan anak bangsa, dan R.A. Kartini membela perempuan untuk tidak lagi dimarginalkan di lingkungannya dan bisa sejajar dengan kaum laki-laki, serta banyak tokoh-tokoh lainnya. Mereka itu tidak hanya berbicara soal pentinganya pendidikan bagi gerasi bangsa dan emansipasi wanita, tetapi mereka bisa merancang sebuah strategi untuk kemudian dilaksanakan dengan sekuat tenaga. Mereka benar-benar bisa memberikan “jawaban” terhadap persoalan yang tejadi pada saat itu.

Sudahlah, kita jangan terlalu banyak bertengger pada tatanan nilai. Saatnya kita membangun kekuatan dengan kebersamaan untuk merancang sebuah strategi dan berjuang bersama dengan spirit nasionalisme untuk membangun kembali bangsa ini menjadi bangsa yang bisa membangun kebersamaan dalam perbedaan dan negara yang bisa menegakkan hukum dengan setegak-tegaknya serta bisa bebas dari krisis multidimensional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun