Kelud, yang kini meletus (letusan 1586, 10 ribu orang meninggal; 19 Mei 1919, 5.110 orang meninggal; 26 April 1966, 212 orang meninggal; 1990, 250 orang meninggal), bukan sekedar gunung batu berapi; namun juga menjadi nama lain dari banyak hal di sekitarnya. Mulai dari hamparan pasir, lembah, hutan belantara, terowongan, serta jejak-jejak misterius. Lebih dari itu, Kelud juga dihubungkan atau berhubungan erat dengan komunitas masyarakat (asli di sekitarnya), yang masih mewarisi ritus-ritus sejak masa lalu; ritus yang dihubungkan dengan Sosok atau Pribadi kuat, yang menguasai Kelud.
Menurut legenda, nama Kelud berasal dari Jarwodhosok, yakni “ke” (kebak) dan “lud” (ludira), berarti bila murka, bisa merenggut banyak kurban jiwa tak berdosa. Kawah Kelud dijaga sepasang buaya putih, yang merupakan jelmaan bidadari. Pada waktu lalu, dua bidadari mandi di telaga/kawah Karena terlena, dua bidadari tersebut melakukan hubungan sesama jenis. Perbuatan tersebut rupanya diketahui oleh dewa. Sang Dewa pun .mengutuk kedua bidadari, “Kelakuan kalian mirip buaya.” Seketika iitu, kedua bidadari berubah menjadi dua ekor buaya. Hingga kini mereka menjadi penunggu danau Gunung Kelud.
Komunitas asli di sekitar Kelud, walau secara KTP beragama Islam, mempunyai corak keberagaman keagamaan; dalam arti, dalam kerangka berhubungan dengan Kelud, maka mereka melakukan ritus-ritus yang justru tidak ditemukan sebagai ajaran agam Isalam yang main stream. Bisa dikatakan bahwa sekitaran Kelud masih padat dengan apa yang disebut Agama AsliHubungan erat antara [masyarakat] penganut agama suku dengan alam terjadi karena anggapan bahwa pada alam ada atau berdiam [tinggal] pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa. Sebagai pribadi, alam juga tidak mau diganggu atau dirusak oleh manusia. Dalam konsep agama-agama suku, jika pribadi pada alam tersebut diganggu [mendapat gangguan], maka Ia akan mendatangkan murka pada manusia. Dan juga hubungan itulah, yang seringkali menjadikan mereka lebih memperhatikan dan menjaga keselarasan hidup dengan lingkungan.
- terikat pada lokasi atau tempat bangsa ataupun suku dan sub-suku hidup dan berkembang; misalnya diseputar lembah atau pegunungan, daerah pedalaman serta terpencil, dan lain sebagainya; sehingga terbatas pada masyarakat dalam komunitas atau lingkungan tertentu dianut oleh sekelompok suku atau sub-suku ataupun gabungan beberapan suku;
- mempunyai atau adanya banyak larangan-larangan, tabu, benda-benda dan tempat-tempat keramat serta dianggap suci; tempat-tempat keramat tersebut biasanya difungsikan juga sebagai pusat kegiatan penyembahan atau ritus;
- pada umumnya berhubungan dengan alam [misalnya benda-benda langit; pohon, gunung, gua, dan lain-lain]; bersifat spiritisme [adanya roh-roh pada benda-benda di alam semesta], animisme [adanya nyawa atau jiwa pada benda-benda tertentu], dinamisme [adanya kekuatan dan kuasa pada semua makhluk], totemnisme [adanya hubungan antara manusia dengan binatang tertentu].
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Annisaul Dzikrun Nimah, Dwi Sulistyorini, Musthofa Kamal dari Universitas Negeri Malang menyatakan bahwa
Gunung Kelud merupakan salah satu Gunung berapi di Jawa Timur yang memiliki upacara adat karena kepercayaan masyarakat yang begitu kuat terhadap kekuatan gaibnya. Setiap tahunnya di Gunung Kelud diadakan upacara adat yang disebut dengan ritual sesaji. Acara ini merupakan tradisi tahunan yang ada sejak zaman nenek moyang dan diwariskan kepada generasi penerus untuk dilestarikan. Asal usul upacara adat ritual dari sejarah terjadinya kawah Gunung Kelud. Masyarakat sekitar Gunung Kelud secara turun temurun mengadakan upacara adat ritual yang dahulunya disebut larung sesaji Gunung Kelud dan kini menjadi upacara adat ritual sesaji Anak Gunung Kelud. Tujuan upacara ritual sesaji adalah meminta keselamatan kepada Tuhan agar masyarakat desa Sugihwaras dan sekitarnya diberi keselamatan, misalnya ada bencana jangan sampai ada korban. Upacara tersebut juga meminta berkah agar masyarakat yang bercocok tanam diberikan hasil yang memuaskan, (selanjutnya klik Makna Simbolik Ritual Sejaji Anak Gunung Kelud).
Salah satu komunitas sekitar Kelud adalah masyarakat Desa Sugih Waras. Bisa dikatakan bahwa mereka merupakan penerus ritus sesajen untuk Sang Penguasa Kelud. Setiap tahun warag Sugih Waras, dan juga pendatang dari berbagai daerah, mempersembahkan sesaji di kawah Kelud; kemudian diganti pada kaki gunung Anak Kelud. Persembahan sesaji tersebut sebagai simbol rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuannya adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, supaya warga desa terhindar dari malapetaka, makmur, dan tetap hidup rukun.
Sesaji tersebut, harus sesuai dengan pesyaratan yang sudah ditetapkan secara turun temurun; jika kurang lengakap atau tak memenuhi syarat, maka akan mengalami bencana. Misalnya pada tahun 2007 bulan Ruwah, kalender Jawa (yang kurang baik untuk larung sesaji), larung sesaji kurang lengkap; akibatnya nyaris saja membawa bencana. Ketika itu, untuk meredam amuk Gunung Kelud, tak kurang dari 25 paranormal yang berada di sekitarnya menggelar ritual di sekitar danau kawah untuk meminta agar bencana letusan gunung api tidak terjadi.
Di samping itu, Kelud juga mempunyai nilai historis, yang berhubungan dengan Kerajaan Kediri pada masa Raja Jayabaya. Osa Kurniawan Ilham, pernah menguraikan (di Kompasiana) tentang Tunggul Wulung ditugaskan untuk menjaga kawah Gunung Kelud supaya letusannya tidak banyak merusak desa-desa sekitar. Menurut legenda yang berkembang, kelak Raja Jayabaya akan datang kembali, karena itu Tunggul Wulung bertugas untuk mempersiapkan kedatangannya. Sebuah keyakinan mesianik yang berakar kuat di kalangan orang Jawa.
Kelud merupakan gunung berapi yang unik; bagaikan bak penyimpan air raksasa; oleh sebab itu, sejak zaman Belanda, dibuat terowongan agar bisa mengalikan air dari kawah
Kembali ke Kelud yang meletus! Bagi mereka yang bergelut dengan dunia Vukanologi, meletusnya Kelud, adalah peristiwa biasa; dalam arti seperti itul kegiatan gunung berapi aktif. Namun, jika ikuti legenda, maka kalau letusan Gunung Kelud merupakan akibat amarah dari Lembu Suro.1392390811282038996Saat itu Putri Raja Kadiri, Dewi Kilisuci dilamar oleh 2 raja yang bukan dari bangsa manusia, yakni Lembu Suro dan Mahesa Suro. Namun, dengan segala tipu dayanya Dewi Kilisuci berhasil menghindari pinangan dari kedua raja tersebut. Atas kegagalan dan tipu daya Dewi Kilisuci itulah, Lembu Suro mengucapkan,. "Yoh wong Kadiri, mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping, yoiku Kadiri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung, (Ya, orang Kadiri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kadiri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan, dan Tulungagung menjadi danau)."
Seorang spritualist yang tinggal di Jaksel, ketika diajak bercakap-cakap tentang meletusnya Kelud, ia justru memperlihatkan foto-foto, yang menurutnya berisi pesan kepada masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa. Apa pesan tersebut, ia hanya katakan,"Lihat, dan lihat sendiri."
Ketika, diriku sedikit maksain, maka ia pun bercerita Prabu Jayabaya yang akan muncul memerintah Tanah Jawa atau negeri ini, ia akan muncul tahun 2014; dan menurutnya, Kelud ingin berpesan kepada kita bahwa jangan lupa warisan leluhur.
Nah ....
Berikut ini, foto-foto yang merupakan pesan kepada kita.
Foto ini disebut sebagai tanda-tanda gunug api akan meletus lihat gambar kecil dipojok atas, anda menangkap pesan di dalamnya!? Sebelum Kelud meletus, ia sudah memberi tanda-tanda kepada manusia, dan berhasil ditangkap kamera foto-foto koleksi: merdeka/volcanodiscovery/detik/kompas/solopos/tribun/detik/antara/citydata/kweeyeyap13923943771005131837
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H