Pertengahan Januari 2016 yang lalu Setara Institute mengumumkan hasil pantauan mereka tentang hal-hal yang berhubungan dengan hubungan antar umat beragama di Indonesia. Di dalamnya termasuk, kasus-kasus intoleran, kekerasan atas nama agama, dan pelanggaran terhadap kebebasan beraragama dan berkeyakinan. Suatu upaya yang telah dilakukan oleh Setara sejak beberapa tahun silam.
Dari laporan Setara tersebut, ada hal menarik sekaligus prihatin; prihatin karena jumlah peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada tahun 2015 menaik cukup tinggi. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2014, hanya terjadi 134 peristiwa dan 177 tindakan. Sedangkan pada tahun 2015, terjadi 197 peristiwa pelanggaran dan 236 tindakan. Setara membedakan “peristiwa” dan “tindakan,” dengan melihat kasus yang terjadi. Misalnya, terjadi beberapa kali tindakan pada peristiwa kekerasan terhadap Ahmadyah.
Selanjutnya menurut laporan Setara.
Jenis tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan antara lain, pemaksaan keyakinan atau memaksa orang berbindah agama atau keyakinan; pembakaran dan perobohan rumah ibadaha; kriminalisasi keyakinan; diskriminasi; dan pembiaran aksi intoleran yang dilakukan oleh kelompok masa terhadap komunitas agama tertentu.
Pelaku pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada tahun 2015, sebanyak 236 peristiwa tersebut, jika dibagi menurut pelaku.
- Penyelenggara Negara; 17 institusi negara yang berkontribusi, seperti pemerintah kabupaten atau kota, kepolisian, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), sebanyak 94 peristiwa.
- Pemerintah kabupaten atau kota, 31 peristiwa
- Kepolisian, 16 peristiwa
- Satpol PP, 15 peristiwa
- Front Pembela Islam (FPI), aliansi organisasi masyarakat Islam, Majelis Ulama Indonesia, dan tokoh agama, sebanyak 135 peristiwa. Jenis tindakan pelanggaran yang dilakukan seperti intoleransi, penyesatan agama, penyebaran kebencian, perusakan rumah Ibadah, dan penghentiaan kegiatan keagamaan lain.
- Warga menjadi aktor dominan tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pada tahun 2015, tercatat warga melakukan 44 tindakan pelanggaran.
Jumlah peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia yang terjadi pada tahun 2015 per bulan, Januari, 23; Februari, 23; Maret, 16; April, 11; Mei, 21; Juni, 31; Juli, 15; Agustus, 9; September, 6; Oktober, 27; November, 7; Desember, 8
Sebaran wilayah terjadi pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan:
- Provinsi Jawa Barat, 44 tindakan
- Provinsi Daerah Istimewa Aceh, 34 tindakan
- Provinsi Jawa Timur, 22 tindakan
- Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, 20 tindakan
- Daerah Istimewa Yogyakarta, 10 tindakan
Lihat, Local Administrations Main Violators of Religious Freedom
Ada Apa Dengan Kita!?
Data dan fakta di atas, bisa jadi hanya merupakan kasus-kasus yang terungkap dan dilaporkan oleh media; ada sejumlah kasus, peristiwa, dan tindakan yang terjadi pada masyarakat. Misalnya, setelah mendapat publikasi laporan Setara, saya melakukan bebebapa kali “pemeriksaan ulang” di beberapa lokasi, yaitu Bogor, Bekasi, Kebun Jeruk – Jakbar, Lenteng Agung dan Jagakarsa – Jakarta Selatan. Ternyata, kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada skala kecil, semakin ke sini, sering terjadi di tataran Rukun Tetangga dan Rukun Warga, atau pada pengurusan administrasi publik di tingkat Kelurahan dan Pemda Kota/Kodya, bahkan ada juga di lingkungan pendidikan, SD, SMP, dan SMA/K. Misalnya, penyebutan kafir, vandalisme terhadap pagar rumah penduduk, mobil, tempat ibadah, atau properti milik mereka yang tak seiman; juga adanya pelecehan sosial serta ungkapan kebencian terhadap orang-orang yang beda iman. Suatu realitas yang tak terbantahkan.