[caption id="attachment_351989" align="aligncenter" width="491" caption="kompas.com"][/caption]
Orasi salah satu pendukung Prabowo-Hatta di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, pada hari Jumat, 8 Agustus 2014.
"Selama ini Indonesia selalu dikuasai oleh etnis tertentu. Sebagai warga pribumi, dia menolak dikuasai oleh etnis yang berasal dari luar Indonesia. Saya sebagai orang pribumi, menolak Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta, ..."
Karuan saja, orasi tersebut membuat Rosyid Abdad, salah satu anggota Tim Pendukung Prabowo-Hatta memberi peringatan agar pemberi orasi untuk memperhatikan kata-kata yang diucapkan agar tidak mengandung kata-kata kasar dan hal-hal yang berbau SARA; dan juga melakukan klarifikasi. Â Menurut Rosyid Abdad,
"Saya sedang rapat di dalam Gedung MK tiba-tiba dapat laporan ada yang berbicara kasar. Mendengar hal itu, saya segera keluar dan mengingatkan teman-teman yang lain. Sebagian besar simpatisan itu tahu tapi tak paham dengan Pak Ahok. Itu hanya luapan emosi yang spontanitas saja. Tidak ada maksud untuk melecehkan, ...."
Hal-hal diatas, bukan fiktif, novel, ataupun mengada-ada; semuanya kejadian sebenarnya, dan diliput oleh media massa.
Lalu, mengapa ada "kecolangan" seperti itu;!? Â Apa, dari mana, serta siapa sebernanya Si Orator yang menebarkan kata-kata rasis tersebut!? Tentu, hanya tim Prabowo-Hatta yang tahu secara detail.
Namun, jika melihat ada sejumlah ormas, parpol, dan orang-orang yang sering tampil pada kegiatan yang bersifat SARA dan Intoleran, maka sedikit bisa memastikan bahwa Si Orator Rasis tersebut muncul dari antara mereka. Itu bisa ditebak, karena selama ini mereka yang menolak Ahok (sebagai Wagub DKI dan kemudian Gubernur DKI Jakarta), datang dari kelompok itu-itu juga.
Agaknya Kelompok Itu-itu tersebut juga gunakan momentum demo di depan Gedung MK sebagai penyampaian penolakan terhadap Ahok. Sayangnya, mungkin saja ia lupa bahwa Ahok datang dari Gerindra, dana secara politik, semua jajaran Gerindra harus mendukung Ahok. Juga naiknya Ahok sebagai Gubernur DKI, bisa merupakan suatu prestasi dan prestise bagi Gerindara. Toh, jika Gerindra tak mendapat RI, mereka masih memilik DKI Jakarta.
Selain itu, agaknya, jika Si Orator tersebut bukan "orang resmi dari Gerindra," maka bisa saja ia adalah pendatang baru, yang muncul atau dimunculkan untuk demo di depan Gedung MK. Dan upaya "memunculkan" itu, apalagi diberi kesempatan untuk berorasi, tanpa melakukan penyaringan dan mengetahui siapa dia. Akibatnya, sudah jelas. Ia asal berorasi, asal bunyi, dan menyampaikan pendapat dengan cara ngawur.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!