DOC CREDO INDONESIA
Â
Dua kisah nyata yang menggetarkan sukma jutaan orang; kisah yang tragis dan menjadi tragedi tak terlupakan. Dua-duanya terjadi hampir bersamaan, pada lokasi yang berbeda di Nusantara; dua-duanya menjadi perhatian dunia.
AD, seorang anak yang tinggal di Perumahan Citra Gran Cluster Nusa Dua Blok E8 No 37 Cibubur. AD yang masih berumur 8 tahun sudah tidak sekolah. Dia diterlantarkan orangtuanya dan dibiarkan tidur selama berbulan-bulan di pos keamanan dan berkeliaran tanpa pengasuhan. Setelah menerima laporan dari tetangga dan RT setempat, akhirnya KPAI bersama kepolisian menjemput AD bersama empat saudari AD yang bernasib serupa. Perlakuan orang tua terhadap anak tidak terjadi kali ini saja, banyak kasus serupa yang mengemuka sebelumnya [kompasiana.com].
Angeline tak pernah memilih diadopsi dan harus menjalani kehidupan yang tak selayaknya anak seusianya. Bukan cinta dan kasih sayang orang tua yang seharusnya ia dapatkan melimpah di usia perkembangan ini, melainkan paksaan dan perlakukan semena-mena yang ia dapatkan. Angeline yang dikabarkan hilang, kemudian ditemukan dalam keadaan mengenaskan, tewas, terkubur bersama bonekanya. Angeline meninggalkan kisah pilu anak perempuan di Bali, yang menyentuh hati berbagai kalangan. Salah satunya, Aksi Seribu Lilin untuk Anak Indonesia yang berlangsung di Bundaran HI (11/6/2015) dihadiri berbagai lembaga perlindungan Anak SATGAS PA. Kasus Angeline menjadi peringatan bahwa adalah tugas orangtua mengasuh merawat mencintai anak setulus hati, tanpa pamrih. Masyarakat pun berharap kasus Angeline tuntas dan pihak berwajib dapat menemukan siapa yang paling bertanggungjawab atas wafatnya bocah cilik ini. Keadilan harus ditegakkan, hukuman harus dijatuhkan, [kompasiana.com]
Dua tragedi di atas, juga menjadi topik hangay dan pilihah di perbagai media, termasuk Kompasiana.com; lihat suplemen, di bawah.
Â
Ya, anak tak pernah meminta untuk dilahirkan; ia ada dan "tercipta" karena kemauan, kehendak, dan direncanakan oleh orang tuanya. Namun, setelah ia ada atau terlahir, maka tak selamanya bertumbuh sesuai dengan standar pertumbuhan serta kebutuhan hidup dan kehidupan. Anak, dan kemudian tak lagi disebut anak-anak, di dalam kekurangan serta kelebihan orang tuanya, mengalami berbagai macam proses tumbuh kembang, dan sekaligus hambatan.
Hambatan-hambatan itu, menyangkut berbagai aspek, sehingga kadang anak (dan anak-anak) mengalami hal-hal yang justru menjadikan dirinya tak mengalami tingkat pertimbuhan dan perkembangan yang wajar. Misalnya, hal-hal seperti penyakit, ekonomi, atau bahkan menjadi korban ketidakberesan, kelemahan, dan kekurangan orang tuanya pada banyak aspek.
Karenaketidakberesan, kelemahan, dan kekurangan orang tua tersebut lah, Â maka secara langsung atau pun tidak, membuka peluang peda kekerasan terhadap anak, [lihat suplemen].
Dengan demikian, pelantaran anak dan kekerasan terhadap mereka, bukanlah "suatu hal yang baru;" sejak dulu telah ada; dan dan terulang serta terulang kembali di banyak tempat. Penyebabnya pun semakin kompleks, dan carut marut seiring dengan kompleksitas konflik hidup dan kehidupan manusia dewasa. Oleh sebab itu, perhatian terhadap masalah anak (dan -anak) pun datang dari berbagai penjuru duni, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa,