Pada salah satu seminar (diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ) untuk menyambut Hari Amal Bhakti Kemenag ke-69 Tahun 2015, Menteri Agama, Lukman Hakim menyampaikan lima isu penting terkait kehidupan keagamaan yang menjadi perhatian bersama. Hal tersebut adalah,
Pertama, soal posisi penganut agama-agama di luar enam agama. fakta sosiologis, saat ini di Tanah Air ada penduduk yang menganut agama secara sukarela sesuai keinginan dan keyakinannya, di luar enam agama yang sudah dilayani pemerintah.
Kedua, soal kasus-kasus pendirian rumah ibadat dan tempat ibadat yang masih banyak terjadi. Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 tahun 2006 yang antara lain mengatur soal kerukunan beragama itu dirasakan belum menggembirakan. Fakta masih adanya kasus-kasus di seputar rumah ibadat memunculkan pertanyaan, di mana inefektivitasnya.
Ketiga, munculnya gerakan-gerakan keagamaan yang kian meningkat. Kemunculan gerakan ini, yang dalam hal tertentu dalam pandangan Menag dinilai berlebihan. Sebab, hal ini kemudian menyebabkan respon terhadapnya menjadikan kita perlu menyentuh karena secara faktual menyebabkan gangguan kerukunan internal atau antarumat beragama.
Keempat, adanya tindak kekerasan terutama terhadap kelompok minoritas. Hal ini harus betul-betul diperhatikan, karena benar-benar mengabaikan penghormatan atas Hak Asasi Manusia (HAM).
Kelima, adanya penafsiran keagamaan tertentu yang kemudian mengancam kelompok agama yang memiliki tafsir berbeda. Maka dalam kaitan ini, saya mengharapkan peserta seminar untuk secara terbuka memberikan masukan dan pemikiran bagaimana semestinya menangani persoalan-persoalan tersebut.
Pada hemat saya, yang disebut pada seminar kemarin, adalah hal-hal yang sudah lama berlangsung di negeri ini, namun tak pernah dibereskan secara arif. Dan, lebih dari itu, ketika terjadi gesekan di masyarakat akibat hal-hal yang ada hubungan dengan lima poin di atas, maka yang terjadi adalah 'mendiamkan" masalah melalui cara-cara yenga bersifat menekan mereka yang lemah, kecil, minoritas, dan kalah suara secara politik dan pengaruh.
Dengan demikian, hal-hal yang bersifat intoleransi terus menerus terjadi, karena 'dianggap biasa-biasa saja" serta ada pembaiaran dari aparat negara dan Negara. Di sampiing itu, walau tak dismpaikan oleh Menag, adanya radikalisme agama juga menyumbangkan sifat dan tindak intoleran dan kekerasan (atas nama agama) terhadap umat atau kelompok agama lainnya.
Tentu saja, semuanya itu, lima isu di atas, harus menjadi perhatian pemerintah Jokowi-JK; dan memperbaikinya.
Opa Jappy - Jakarta Selatan