Â
Iptu Novel Baswedan (dan anak buahnya), Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004, ketika menangani kasus pencurian sarang walet, terjadi kesalahan prosedur; salah satu tersangka tewas. Salah satu anak buah Novel Baswedan menembak mati sang tersangka, karena adanya perlawanan dan ancaman dari tersangka. Polisi terpaksa membela diri karena terancam dan demi menyelamatkan diri.
Apa pun alasannya, telah terjadi kematian, sang tersangka telah tewas. Akibatnya, Novel Baswedan dan anak buahnya harus mengalami  pemeriksaan dan disidang dalam sidang kode etik. Hasil sidang tersebut, terbit dua surat keputusan,
- SK tertanggal 25 Juni 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran keras. Surat itu ditandatangani Kepala Polres Kota Bengkulu Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Elia Wasono Mastoko. SK ini diterima oleh Novel Baswedan.
- SK 26 November 2004, Iptu Novel Baswedan dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan selama 7 hari; ditandangani oleh Kapolres Kota Bengkul AKBP Elia Wasono Mastoko. SK ini tidak diterima oleh Novel Baswedan.
Sampai di titik ini/itu, semua aman-aman saja; kemudian Novel Baswedan pindah ke Jakarta, dan bermarkas di Gedung KPK - Kuningan Jakarta Selatan. Di markas yang baru ini, ternyata Novel Baswedan (dengan berbekal pengalaman sebagai Polisi), ia mendapat tangung jawab yang besar dan cukup menantang. Sebagai penyidik di KPK, Novel menjadi ketua tim penyidik kasus korupsi simulator SIM roda empat dan roda dua di Korlantas Polri; hasilnya luar biasa, menyeret mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo cs sebagai tersangka, kemudian dipenjarakan.
Agaknya kerja dan karya Novel yang membuka aib institusi darimana ia berasal, telah membuat gerah banyak pihak, termasuk Polri. Luka dan kasus lama, tahun 204, dibuka kembali, dalam rangka menghukum (atau menutup mulutnya!?)Â Novel Baswedan.
Menurut Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto, "Novel terlibat kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Novel menembak langsung satu orang pencuri sarang burung walet tersebut, dan Polda Bengkulu hanya menindaklanjuti laporan dari keluarga korban."Â
Ada yang janggal, menurut Dedi Irianto menyatakan bahwa, Novel Yang menembak mati tersangka; apalagi, keluarga korban melihat Novel menembak. Cukup menggelikan dan lucu, 'mencuri di mana, tertangkap di mana, tewas di mana, namun keluarga tersangka melihat Novel menembak mati tersangka.' Apa memang Novel Baswedan dan anak buahnya begitu tidak profesional, sehingga menembak mati tersangka ketika ia berada ditengah/bersama keluarganya!? Atau memang Dedi Irianto hanya memberi alasan yang dibuat-buat!?
Pada tahun 2004 Novel Baswedan masih bertugas di Polri atau tepatnya di Polda Bengkulu dengan jabatan Kasatreskrim Polres Bengkulu. Pada saat bertugas anak buah Novel menembak kaki Iwan Siregar, Tersangka Pencurian Sarang Burung Walet sehingga korban harus dirawat di Rumah Sakit untuk beberapa lama. Yang menarik, Iwan Siregar korban yang tertembak kakinya menyangkal telah membuat Laporan Polisi yang dilanjutkan dengan upaya penangkapan Novel Baswedan. Pengacara Iwan mengatakan Iwan hanya membuat surat minta keadilan karena biaya perawatan luka kakinya ditanggung sendiri.
Bukti yang dimiliki Polda Bengkulu saat itu hanya berupa foto Luka tembak yang diderita Iwan Siregar dan belum dapat dipastikan yang menembak adalah Novel Baswedan.
Oleh sebab itu, 5 Oktober 2012, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama sejumlah petugas dari Polda Benkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi KPK untuk menangkap Novel Baswedan.
Jadi, sebetulnya kasus Novel Baswedan pada 2004, yang telah selesai diangkat kembali / kepermukaan setelah Novel Baswedan membongkar aib di kepolisian. Kasus 2004, dengan dua model SK hukuman, dan yang satunya tak pernah dieksekusi. Atau, yang terjadi adalah rencana besar untuk melenyapkan siapa pun yang berani membongkar kebusukan di tubuh Polri; atau memang disengaja agar KPK kehilangan keberanian untuk  menangani kasus-kasus yang melibatkan para bintang di Polri. Ini juga enta lah.