kompas.com
SUPLEMEN
Partai Demokrat, saya pribadi melihat ada dua aspek penting yang mesti kita lihat secara jernih. Pertama begini, sistem pemilihan kepala daerah langsung ini sudah berjalan selama 10 tahun. Â Rakyat sudah terbiasa
Ini juga segaris dengan sistem presidensial, presiden dipilih secara langsung. Berbeda dengan sistem parlementer, pemimpin, apakah perdana menteri atau jabatan yang setara, dipilih oleh parlemen karena rakyat memilih parlemen.
Kalau kita kembali pada pilihan kita, buah dari reformasi yang kita jalankan selama ini, tentunya pilihan kepala daerah langsung itu mesti kita jaga dan pertahankan sebagaimana pula pemilihan presiden secara langsung
Kenyataannya, dalam 10 tahun ini pula banyak ekses yang terjadi dalam pemilihan bagi gubernur, bupati, ataupun wali kota. Dalam pilkada, misalnya, banyak sekali ditengarai penggunaan uang yang tidak jelas. Apakah politik uang atau money politic, ataukah penggunaan uang yang lain.
Kalau saya pribadi, yang telah memimpin selama 10 tahun ini, kalau dulu kita ingin melaksanakan pemilihan secara langsung, ya itulah yang mestinya kita jaga. Akan tetapi, tidak boleh ya sudah itu saja, ada kok kelemahannya. Itu yang kita perbaiki secara fundamental. Itu yang Demokrat sedang pikirkan sekarang ini. Mudah-mudahan satu-dua hari ini kami memiliki posisi yang tepat."
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Kejutan; kata yang tepat, untuk pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Presiden RI, SBY, yang menyatakan bahwa, "Jika Demokrat setuju dengan pilkada langsung, jelas peta DPR berubah. Pendukung pilkada langsung akan memenangkan voting. Rakyat sudah terbiasa dengan pilkada langsung; sistem tersebut cocok dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Ada benang merah antara pilkada langsung oleh rakyat dan sistem presidensial yang tengah dijalankannya, ... (kompas.com)".
Tentu, walau Mendagri katakan bahwa itu bukan suara resmi pemerintah, penyataan tersebut tetap saja dinilai sebagai "suara resmi pemerintah" dan suara resmi Partai Demokrat.
Dampak lain dari pernyataan SBY, membuat repot parpol Koalisi Merah Putih; misalnya PPP menyatakan bahwa, "Politik Pak SBY kita tahulah, memang begitu. Â Dia selalu tentukan sikap di saat-saat situasi akhir. Tekanan publik itu kan patut kita pertanyakan. Tekanan dari orang yang tidak jelas juga, ... ." Bisa jadi, tanggapan miring seperti itu akan muncul dari parpol pendukung Pilkada oleh DPRD yang lain.