Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Pilih Caleg yang Kampanyekan Sentimen SARA

24 Februari 2014   00:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_324184" align="alignright" width="157" caption="kompasiana.com/"][/caption] Iklan para Caleg di Medsos, hanya segelitir yang mengupload foto, visi, misi, dan foto diri. Mungkin mereka lebih suka dengan kotorkan wajah kota dan desa, menlalui baliho, poster, spanduk, selebaran!? Nyatanya, media-media yang betebaran di mana-mana, bahkan trotoar, pohon, tiang, jembatan, di tembok rumah pribadi, dan dinding tempat ibadah juga ditempel dengan gambar-gambar serta bendera politik.

Entah ... itu salah atau benar,  semua orang yang melihatnya cenderung diamkan; ya, daripada ramai dan ribut, mendingan diamkan saja. Sayangnya, upaya memperkenalkan diri kepada calon pemilih atau masyarakat Indonesia yang berhak memilih itu, tak semuanya membawa atau menyampaikan hal-hal yang bersifat Indonesia dan keindonesian, persatuan, kebangsaan, serta kesatuan dalam frame kenusantaraan yang Bhineka Tunggal Ika. Cukup banyak, paling tidak di sekitaran Selatan Jakarta, Depok, Bogor, sepanjang yang kulewati setiap hari, tebaran spanduk, poster, selebaran dari para caleg yang lebih mengkedepankan sentimen dan perbedaan SUKU - AGAMA - RAS - GOLONGAN. Mereka dengan terang-terangan mengajak calon pemilih agara melihat SARA sebagai alasan untuk memilih dalam Pemilu yang akan datang.

Ko' seperti itu!? Apakah mereka mau atau akan menjadi anggota DPR RI, DPRD I, II, dari hanya kelompok tertentu!? Padahal kepelbagaian Suku, Agama Ras, Golongan di Nusantara adalah suatu kekayaan dan bukan kesalahan apalagi dosa tak berampun. Semua manusia, terlahir di/dalam sikon atau pun frame SARG tersebut; siapa pun dia dan dari latar atau strata mana pun. Tak ada seorang pun, mampu untuk memilih untuk dilahirkan dan ada, di luar konteks SARG orang tuanya. Tetapi, ketika SARG diberi muatan (baru) serta dikaitkan dengan kata-kata sentimen dan antar sehingga menjadi SUKU-AGAMA-RAS-ANTARGOLONGAN; maka makna dan konotasinya menjadi lain serta sangat berbeda. SARA bukan lagi menjadi kekayaan dan kekuatan perbedaan antar manusia yang bisa difungsikan untuk saling melengkapi, saling membangun, saling menolong, saling meperhatikan, serta saling-saling yang lainnya; melainkan merupakan alat pembeda yang bisa menghancurkan serta merusak hubungan hidup dan kehidupan manusia, bahkan menghancurkan peradaban.

Sentimen SARA merupakan perilaku manusia, khususnya umat beragama [yang diwujudkan melalui kata, tindakan, kebijakan, keputusan] yang merendahkan, membatasi, dan meremehkan [termasuk tidak memberi kesempatan dan peluang], agar orang yang berbeda agama mendapatkan hak-haknya serta mampu mengaktualisasi dirinya secara kreatif.

Umumnya, faktor utama yang menunjang sentimen SARA adalah masukan-masukan dari pihak luar pada seseorang. Pihak luar yang dimaksud antara lain [bisa saja], para tokoh-tokoh atau pemimpin Agama, politik, penguasa, pengusaha, pemerintah, kepala suku ataupun sub-suku. Mereka adalah orang-orang yang ingin meraih keuntungan dari suatu perbedaan. Bagi mereka, perbedaan merupakan suatu kesalahan dan ketimpangan sosial, sehingga perlu diperbaiki melalui pemurnian dengan cara menghilangkan atau menghancurkan semua hal yang berbeda. Sentimen SARA, jika dipelihar, ditumbuhkembangkan, disebarluaskan, dan digunakan sebagai alat politik, serta  untuk meraih kuasa dan kekuasaan, maka pelam tapi pasti akan merusak negeri ini; akan menghancurkan Indonesia dan keindonesia, serta meruntuhkan dan merobek-robek kebesaran Nusantara. Apalagi, jika para anggota parlemen, yang seharusnya menjadi wakil rakyat yang tanpa batas serat sekat-sekat Suku, Agama Ras, Golongan (SARG), namun kemapanyekan diri (agar dipilih) berdasar sentimen SARA, maka dapat dipastikan sampai jauh mana juang politiknya ketika (ia dipilih dan ada) di Parlemen. Dengan dengan demikian, sebagai rakyat yang mempunyai hak memilih, jangan sia-saiakan suara anda; jangan membuang hak memilih yang tak ternilai itu, kepada mereka yang tebarkan pesona diri dengan cara Kampanyekan Sentimen SARA. Selain itu, faktor penunjang sentimen SARA, adalah kemiskinan; kurangnya pendidikan; tidak ada kesempatan kerja atau pengangguran; perbedaan gaya hidup dan kehidupan, serta adanya provokator atau pengumpul dan penggerak massa yang dibayar. Dan lebih diperparah oleh adanya pembiaran-pembiaran yang dilakukan pemerintah dan tokoh politik demi mempertahankan kedudukan serta jabatan; serta sikap egoistik masyarakat [terutama orang-orang kaya yang angkuh] yang tidak mau memperhatikan dan menolong sesamanya, agar mengalami peningkatan kualitas hidup dan kehidupannya. Di samping itu, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam oleh konspirasi penguasa-pengusaha terhadap milik suatu komunitas budaya [pada suatu wilayah budaya tertentu], akan memicu sentimen dan kerusuhan berdasarkan sentimen SARA. INDONESIA sudah cukup menderita karena SENTIMEN SARA, oleh sebab itu, mari, kita jangan mengulang kesalahan yang sama.

Sejak lama, di Indonesia, negeri tercinta ini, sentimen SARA mudah meledak menjadi kerusuhan sosial semenjak awal kemerdekaan, masa demokrasi terpimpin, orde lama, orde baru, serta suasana reformasi. Karena adanya sentimen SARA terjadi pelbagai masalah dan kerusuhan sosial; penghancuran fasilitas-fasilitas milik institusi keagamaan dan umat beragama; pengrusakkan aset-aset ekonomi; termasuk produk hukum yang tidak adil kepada golongan minoritas Suku, Agama Ras, Golongan (SARG). Sentimen SARA adalah bahaya laten yang sewaktu-waktu meledak hanya karena sedikit masalah kecil dan sepele. Sentimen SARA juga memungkinkan interaksi antar umat beragama penuh kemunafikan serta ketidakjujuran. Artinya, bisa saja dalam kerangka interaksi sosial-ekonomi-budaya-pendidikan, dan lain-lain, umat beragama menampilkan suasana rukun, saling menerima dan menghormati satu sama lain. Akan tetapi, ketika muncul sedikit salah pengertian dan gesekan-gesekan, adanya provokator dan provokasi, masukan-masukan negatif demi kepentingan politik, dan lain sebagainya, maka hubungan baik antar umat beragama (begitu) cepat berubah menjadi kesatuan kekuatan untuk melawan dan kekerasan. Untuk para Kandidat Anggota Legislatif, monggo jangan gunakan hal-hal yang bersifat SENTIMEN SARA dalam rangka mendapat dukungan pemilih. Anda akan merusak diri sendiri dan rakyat serta bangsa ini. Salam Kotak Suara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun