Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bendera Parpol di Kawasan Bencana dan Tempat Pembuangan Sampah

22 Januari 2014   17:35 Diperbarui: 24 Januari 2020   17:08 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak perlu dijelaskan tentang image .gif di atas; semua orang di Nusantara pasti tahu bahwa itu adalah Sang Saka Merah Putih, bendera Republik Indonesia. Benderaya yang ditetapkan berdasar UUD 45 serta Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1958, dan juga Undang-undang No 24 Thn 2009 Tentang dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.  Berdasarkan semuanya itu, Sang Saka Merah Putih, bisa disebut sebagai tanda dan lambang kewibawaan serta kebesaran bangsa dan negara Indonesia. 

Oleh sebab itu, bendera Merah Putih, patut dihormati sebagaimana menghormati kehormatan bangsa dan negara, dan bukan menyembahnya atau menempatkannya sebagai tujuan penyembahan serta dijadikan mantera atau pun jimat. Dengan demikian ada sanksi yang diberikan kepada siapa pun, jika memperlakukan Sang Saka Merah Putih secara tak benar dan tidak semestinya, (silahkan klik Peraturan Pemerintah No 40 tahun 1958, dan Undang-undang No 24 Thn 2009 Tentang dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan).

Di samping itu, di seluruh wilayah kedaulatan NKRI, tak boleh ada bendera lain, yang dijadikan, disamakan, yang diperlakukan sama seperti Sang Saka Merah Putih; hanya ada SATU bendera yang sah yaitu Merah Putih, sebagai Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain itu tak boleh ada.  Jadi, penggunaan Merah Putih sebagai Bendera NKRI, bukan hanya berdasar nilai historis yang terkandung di dalamnya, melainkan telah diperkuat oleh perangkat undang-undang RI. 

Itu tentang Bendera RI Sang Saka Merah Putih.

Fokus kita bukan pada Sang Saka Merah Putih, namun Sang Saka Parpol; bendera parpol yang seharusnya juga mempunyai nilai sakral politik, politis, idiologi, serta menyangkut visi dan misi yang diusung oleh Partai Politik bersangkutan.

Bendera Parpol, apa pun bentuk, warna, corak, dan ikon di dalamnya, merupakan lambang atau melambangkan ada-keberadaan, kesatuan, kewibawaan, eksistensi dari Parpol tersebut. Dengan demikian, karena penuh dengan muatan yang ada di dalamnya, maka orang (Parpol) bisa saja konflik, marah, bertikai hanya karena ada penghinaan dan pelecehan terhadap bendera mereka. 

Karena fungsi ada dan keberadaan Bendera Parpol tersbutlah, maka publik bisa melihatnya terpampang di mana-mana, termasuk pada saat bencana.  Foto berikut adalah, kumpulan foto Bendera Parpol, yang ada di antara korban bencana banjir di Jakarta. 

Dokumetasi Pribadi
Dokumetasi Pribadi

Jika di kawasan bencana, ada tenda-tenda seperti di atas, maka orang tak khan bertanya ada pa di situ; mereka pasti bahwa itu adalah Posko, pos komando, untuk membantu korban bencana. Siapa mereka!? Gampang terbaca melalui Bendera Parpol dan atribut, ikon-ikon lainnya yang bertebaran di situ.

Bendera-bendera Parpol yang menaungi posko dan orang-orang (ada yang menyebut diri relawan) di dalamnya, bisa menunjukan bahwa mereka adalah bagian dari Parpol yang peduli terhadap korban bencana. Kepedulian itu, diikuti dengan menyalurkan bantuan, dengan dan pribadi, hasil urunan anggota parpol, maupun barang atau bantuan pemerintah yang diparpolkan.

Pada sikon itu, bisa disebut ada Bendera Parpol di kawasan atau area bencana. Ada dan keberadaan Bendera Parpol tersebut, bisa saja menunjukan Parpol tersebut sigap terhadap hal-hal yang terdia pada masyarakat. Oleh sebab itu, parpol ada (membangun posko dan memberi aneka bantuan) dan hadir di antara derita dan penderitaan rakyat. Sayangnya, ada dan keberadaan itu, kadang harus ditambah stiker, spanduk, ikon-ikon, yel-yel, visi-misi dari para caleg, bahkan foto diri sang caleg. 

Dengan demikian, Bendera Parpol bukan lagi ikon parpol yang sakral bagi partai bersangkutan, namun telah menjadi medium iklan, magnet, dan hanya sekedar petunjuk bahwa mereka ada di tempat tersebut (kawasan bencana). 

Selain ingin menunjukan bahwa mereka (Parpol dan Caleg dari partai tersebut) ada, tak bisa dibantah, ada motivasi untuk dikenal oleh korban bencana. Bisa saja apa yang dilakukan tersebut, “ ... tidak murni karena niat tulus membantu korban banjir. Niat sesungguhnya tentu terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2014 yang tak lama lagi digelar. Parpol-parpol ini ingin nampak pro-rakyat di masa kampanye agar bisa dipilih dalam pemilu nanti, (Lucius Karus, Kompas.com).” 

Karena adanya penurunan nilai terhadap Bendera Parpol tesebut, maka lihat apa yang terjadi pada foto berikut:

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi


Apa kesan yang muncul dalam pikiran anda!?

Jika ada Bendera Parpol pada kawasan bencana, maka itu jelas tujuannya; namun ketika terlihat seperti di atas, apa gunanya!? 

 Bendera Parpol di sekitaran di tempat pembuangan dan pada tumpukan sampah, apakah Parpol ingin menunjukan bahwa mereka peduli terhadap sampah, lingkungan, dan kebersihan!? Tak mudah untuk menjawabnya. Atau, adanya bendera-bendera tersebut, seakan menunjukan kepada para tukang sampah, pengais sampah, dan si miskin yang di situ, bahwa masih ada Parpol, yang berjuang untuk mereka!? Ini juga tak terjawab. 

Atau mungkin, ini yang dimaksud oleh Ketua DPR Marzuki, dalam konteks lain, ia berucap bahwa,"Kalau tidak pakai atribut, ya tidak dikenal dong; ..."  Jadinya, Bendera Parpol dan atribut partai, untuk dikenal oleh siapa yang melihatnya. Bagaimana jika Bendera Parpol yang ada di sekitaran tempat pembuangan samapah!? Mungkinkah, agar dikenal oleh lalat, tikur, cacing, kecoa, yang ada di situ!? Entahlah.  

Atau, bisa jadi, ada dan keberadaan Bendera Parpol di sekitaran di tempat pembuangan dan pada tumpukan sampah, ingin menujukan bahwa bendera-bendera itu (juga parpolnya) sebetulnya tak berguna, sebagaimana tumpukan sampah. Jadi, boleh saja tiang-tiangnya dicabut, kain-kainnya dijadikan kain pel, lap, keset, atau pun penutup wc darurat. 

Itulah politik; itulah politik (di) Indonesia dan cara orang Indonesia berpolitik, hingga ikon-ikon, atribut, dan lambang-lambang Parpol begitu murah dan gampangan disebar ke mana-mana, dipinggir jalan, pagar rumah orang, kawawan bencana, bahkan hingga sekitaran pembuangan dan tumpukan sampah.

 Apakah memang seperti tu!? 

Padahal, politik (Indonesia), politic (Inggris) adalah padanan politeia atau warga kota (Yunani, polis atau kota, negara, negara kota); dan civitas (Latin) artinya kota atau negara; siyasah (Arab) artinya seni atau ilmu mengendalikan manusia, perorangan dan kelompok.  Secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Makna politiknya semakin dikembangkan sesuai perkembangan peradaban dan meluasnya wawasan berpikir. Politik tidak lagi terbatas pada seni memerintah agar terciptanya keteratuaran dan ketertiban dalam masyarakat polis; melainkan lebih dari itu.

Dengan demikian, politik adalah kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain ataupun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu).

Dalam/pada politik ada hubungan antar manusia yang memunculkan menguasai dan dikuasai; mempengaruhi dan dipengaruhi karena kesamaan kepentingan dan tujuan yang akan dicapai. Ada berbagai tujuan dan kepentingan pada dunia politik, dan sekaligus mempengaruhi perilaku politikus.

Politik juga memunculkan pembagian pemerintahan dan kekuasaan, demokrasi (dengan berbagai bentuk), pemerataan dan kesimbangan kepemimpian wilayah, dan lain sebagainya. Hal itu menjadikan pembagian kekuasaan (atau pengaturan?) legislatif (parlemen, kumpulan para politisi); eksekutif (pemerintah); dan yudikatif (para penegak hukum); agar adanya ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat.

Itulah politik;  politik yang ideal, dan seharusnya terjadi di mana-mana. Sayangnya yang ideal itu nyaris tak terjadi di negeri ini.


Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun