Srengseng Sawah, Jakarta Selatan | Mungkin, beberapa hari ke depan baru terlihat hasil Misi Perdamaian Presiden Joko Widodo untuk meredam serta menyudahi konflik Rusia-Ukraina.
Itu hanya bisa terjadi jika presiden Rusia dan Ukraina menerima dan menyetujui  'skema perdamaian' yang diusulkan Presiden RI. Karena, (atau agaknya?)  Presiden Jokowi hanya memberikan 'satu pilihan' ke/pada Rusia dan Ukraina yaitu 'Stop atau Hentikan Perang.' So, monggo duduk manis, dan menanti episode berikutnya dari 'Misi Perdamaian Jokowi,' kata beberapa media Luar Negeri.
Di balik semuanya itu, Misi Perdamaian Jokowi terlihat agak mudah dan bebas hambatan karena (i) Indonesia bersahabat dengan Rusia dan Ukraina, (ii) Indonesia tetap netral atau berpihak, (iii) Indonesia adalah Ketua G 20. Ditambah lagi, kepopuleran Jokowi sebagai Presiden terpopuler sejagad, juga menjadikan ia leluasa dan supel bergerak secara Internasional.
Selain itu, jalan mulus Misi Perdamaian di Eropa sana, tak lepas dari faktor perangnya baru sebentar atau belum lama, korbannya pun masih bisa dihitung, resminya tak ada keterlibatan Negara lainnya.
Jika keberhasilan sebagai Juru Damai tersebut semakin nyata, terjadi penghentian perang, tercipta damai dan perdamaian, maka ada tugas serta peran yang sama menantI. Yaitu, upayakan pedamaian antara Hamas, Palestina dan Israel.
Kok Hamas, Palestina dan Israel? Ya, Benar. Hamas yang menguasai Jalur Gaza sudah berulangkali konflik bersenjata dengan Israel; sementara Tepi Timur atau "Palestina" lebih memilih jalan damai, tenang, serta hidup berdampingan secara terhormat dan setara. Walau, resminya, konflik Israel dan Palestina belum selesai atau masih berlangsung.
Sehingga, jika Jokowi berhasil di Rusia-Ukraina, maka sebisa mungkin mencoba berperan di Timur Tengah, menyelesaikan konflik antara Isreal dan Palestina.
Itu berarti, jika Indonesia mau berperan, maka yang pertama dan utama adalah membangun persahabatan dan netral; cara itu yang membuat Rusia dan Ukraina 'welcome' pada kedatangan Jokowi.
Tapi, bagaimana dengan Israel-Palestina? Agaknya, 'belum tentu bisa dan bisa tidak tentu;' sebab Indonesia tidak netral dan berpihak pada salah satu kutub yang konflik. Tapi, patut dicoba lah!
Paling Tidak, jika Indonesia mau berperan (juga) untuk selesaikan konfik Israel-Palestina, maka selain membagun persahabatan (diplomatik dengan semua yang konflik) dan netral, ada lain yang perlu dilakukan. Misalnya,
- Indonesia melakukan edukasi perdamaian ke/di Gaza agar mereka menghargai serta menghormati kemanusian, keadilaklan, kemerdekaan, perdamaian, dan HAM.
- Indonesia pun menghormati dan menghargai Israel sebagai bangsa yang memiliki Tuhan, Hukum, dan Tanah Air.
- Dukungan politik di dalam negeri, agar Presiden bisa 'road show perdamaian' di Timur Tengah.