Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Oligarki Parpol

21 Juni 2022   07:26 Diperbarui: 21 Juni 2022   12:51 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Semalam, pada Zoom Kelas Politik Opa Jappy, seorang peserta berkata, "Parpol di Indonesia seperti Kerajaan Politik, Ketum adalah Kaisar atau Sultan;" sambil merujuk beberapa Parpol.

Saya pun, kembali nyadar, bahwa mungkin 100% Parpol di Indonesia seperti itu, hidup dengan modal yang kuat, serta kekuasaannya hanya pada kelompok kecil elite (Parpol tersebut). Itu lah Oligarki Parpol.

Oligarki

Oligarki, Yunani, oligarkhes, artinya sedikit yang memerintah; sebagai 'lawan' demokrasi yang dimaknai sebagai pemerintahan oleh rakyat atau banyak orang. Oligarki lahir akibat aristokrasi bertindak sewenang-wenang yang mendorong lahirnya pemerintahan yang dipimpin segelintir elite untuk memperbaiki kondisi kesewenangan aristokrasi.

Oleh sebab itu, Plato memperkenalkan gagasan Oligarki sebagai upaya 'warning' kepada rakyat (masa itu) agar Negara (Negara Polis dan Negara Kebangsaan) tidak jatuh ke dalam kekuasaan sekelompok orang, bangsawan, dan otomatis pada/ke turunan Kaisar. Oleh sebab itu, Kekaisaran Romawi memiliki Senat untuk memilih, mengangkat, melantik Kaisar.

Oligarki di Indonesia

Jika menelusuri jejak 'kelompok kecil yang memerintah di Indonesia,' tidak terlalu sulit. Jejak sejarah menunjukkan bahwa Kekuasaan Raja-raja (terutama Hindu) mirip-mirip di India; bangsawan ikut berperan dalam pengambilan keputusan dan raja sebagai pusat kekuasaan. Serta turunan raja, otomatis berkuasa jika pendahulunya meninggal.

Ketika masa-masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha habis, kecuali di Bali, berganti kerajaan Islam, pola atau model kekuasan pun berubah. Kerajaan-kerajaan (Islam) di Nusantara tidak menggunakan sebutan Raja (seperti India) ataupun Kaisar (seperti Romawi dan China), melainkan Sultan.

Sebutan tersebut, Sultan, Arab, , suln, merupakan gelar dalam dunia Arab Pra-Islam, yang merujuk pada kepala monarki yang berkuasa di suatu wilayah. Gelar sultan kerap disamakan dengan khalifah, karena dipakai setelah Nabi tiada, meskipun terdapat beberapa perbedaan mendasar atas kedua gelar ini.

Khalifah merupakan gelar untuk pemimpin seluruh umat Islam (terlepas sebagai pemimpin secara hierarkis atau sekadar simbolis). Sehinggs, Sultan adalah penguasa rakyat, bukan seluruh umat Muslim di mana saja mereka berada. Harus diingat juga bahwa dari semua Sahabat yang memerintah setelah Nabi Muhammad, tak satupun dari kalangan Bangsawan Arab Pra-Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun