Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Legenda Enuma Elis, Abad VII SM tentang asal mula manusia, kini, nyaris terlupakan; karena Enuma Elis "di-copas-edit-agama-kan" sehingga milik agama-agama. Kemudian memunculkan narasi penciptaan alam semesta dan manusia.
Apa pun itu, alam semesta (dan manusia) sebagai ciptaan atau hasil evolusi, kini, khususnya Bumi, mengalami degradasi kualitas. Tanah sudah banyak yang tak subur; hutan rimba berangsur hilang; laut penuh sampah; udara penuh polusi; jenis penyakit baru dan lama ada di mana-mana, dan lain sebagainya. Juga Industri dan mesin menjadikan struktur tanah berubah, muncul lubang-lubang dan danau buatan, serta ketandusan baru.
Dan jika mau diurut, maka masih sangat banyak yang menjadikan Degradasi Bumi. Dampak dari Degradasi Bumi, sudah jelas, bahkan sejak lama, yaitu menurunnya kualitas hidup dan kehidupan manusia, flora, dan fauna. Â
Alam, fauna, dan flora tak lagi menjadi sahabat, penunjang, serta pendamping kehidupan manusia; melainkan sasaran eksploitasi manusia untuk kelangsungan hidup dan kehidupan mereka. Ya, Bumi jadi korban dan terus menerus mengalami degradasi.
Ya. Degradasi Bumi karena ulah penghuninya sendiri yaitu manusia. Tapi, tanau, flora, fauna, air, gunung, gurun, dan semuanya tak bisa berteriak protes, sambil berkata, "Hentikanlah!"
Sehingga manusia tetap meneruskan apa yang mereka sebut kemajuan, kota, metropolis, infrastruktur dan lain. Sehingga semuanya itu, banyak orang menilai, sebagai kemajuan dan modern; mereka melupakan sawah, ladang, kebun, jalan setapak, semak-semak indah di sekitar gunung, karena ini tradisional serta gaya hidup dan kehidupan lama.
Ya. Bumi yang semakin terdegradasi tak bisa berteriak, apalagi berbisik pelan, pada manusia agar menghentikan proses degradasi. Karena itu, manusialah yang lakukan hal tersebut. Semua manusia, semua orang, semua insan bisa lakukan, antara lain,
Karya dan kerja manusia berdampak pada perubahan yang holistik. Bermakna harus berdampak pada perubahan pada seseorang. Ia/mereka harus berubah secara utuh, misalnya jasmani dan rohani, perilaku hidup dan kehidupan, kualitas intelektual, pandangan maupun pola pikirnya, termasuk cara berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan.
Karya dan kerja tersebut tidak bisa membatasi diri dengan hanya menjalankan salah satu tugas, sambil melupakan yang lain. Semua tugas tersebut dijalankan secara simultan, dalam rangka mencapai atau menciptakan kembali Keteraturan Ciptaan
Juga, karya dan kerja manusia sebisa mungkin mendatangakan keteraturan di masyarakat serta lingkungan hidup dan kehidupanya. Karena keteraturan itu, mereka (manusia dan alam) sama-sama memuliakan Sang Pencipta (seturut pesan Agama-agama).