Sikap publik Indonesia yang tidak seragam membela korban invasi -seperti yang terjadi pada Palestina- berdampak pada hilangnya legitimasi moral sebagai bangsa.
Posisi masyarakat Indonesia di mata dunia terkesan hipokrit. Sebab publik  cenderung peduli jika korban penindasan adalah kelompok Islam. Kalau bukan (kelompok Islam), kesannya tidak mendukung. Ini agak mengkhawatirkan.
Kompas.tv. Klik dan Baca Lengkap
Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Sudah berulangkali saya baca artikel di atas, sampai hafal titik komanya, dan temukan 'note baru." Artikel tersebut saya edit dan salin-tempelkan ke situs/blog JS.
Baca berulangkali karena artikel tersebut, nampak benar setara dengan hasil "quality research," menarik secara humanis dan ada unsur sikap terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Â
Namun, tidak sedikit Orang Indonesia yang "mengagungkan Vladimir Putin," sambil menutup mata dan telinga terhadap ratapan, tangisan kesedihan, kehancuran akibat amarah presiden Rusia tersebut.
Jadi, bukan lagi "terkesan hipokrit," tapi memang sudah "muna tingkat dewa." Dalam artian bukan "asal ramai mendukung Rusia," tapi seakan sebagai suatu kewajiban moral.
Sikap hipokrit sejumlah besar  orang Indonesia  terhadap korban di Ukrania berbeda ketika mereka melihat Uighur, Rakhine, Hamas, dan lainnya, disebut sebagai "Korban Kekerasan Rezim." Namun, hanya diam dan membisu terhadap kehancuran di Yaman, padahal, yang kini terjadi di Ukrania, adalah penghancuran TSM, nyaris sama persis di Yaman.
Atau, bukan sekedar beda menyikapi namun Orang Indonesia memiliki  simpanan "Idiologi Hipokritisme;" sehingga begitu mudahnya memilah, menyikapi, dan berpihak pada peristiwa dan konflik global dengan kacamata keterpihakan berdasarkan kesamaan agama.