Sekitaran Pasca Sarjana UI, Depok Jawa Barat | Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan Kurikulum Merdeka memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah, utamanya untuk mendalami dan bakatnya masing-masing. Salah satu yang terkandung dalam Kurikulum Merdeka adalah nantinya di sekolah SMA tidak akan ada lagi jurusan atau peminatan seperti IPA, IPS, atau Bahasa, (Kompas Com).
Pernyataan Nadiem Makarim tersebut, mendapat beragam tanggapan dari para pensiun guru-dosen, guru, orang tua  murid, praktisi pendidikan, dan lain sebagainya. Penyebabnya, dalam periode 2013-2023, (nantinya) ada tiga kurikulum berbeda, yakni Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka. Keren.
Pernyataan Nadiem, sekaligus mematahkan pakem durasi perubahan kurikulum yang 'biasa' terjadi di Indonesia. Mungkin kita, anda dan saya, masih ingat pada era sebelumnya? Dalam ingatan tuaku, ada perubahan Kurikulum pada tahun 1975, tahun 1985, dan antara 95-2003 (tahun-tahun ini tidak jelas sebutannya); kurikulum 2013, plus sejumlah revisi dan perubahan.
Kini, sekali lagi, masih dalam durasi antara 2013-2023, ada Kurikulum Merdeka. Menurut Nadiem Makarim, berdasarkan sejumlah jejak digital, Kurikulum Merdeka sudah diuji coba di 2.500, sehingga mulai digunakan pada TA 2022/2023 di jenjang TK, SD, SMP, SMA.
Pada Kurikulum Merdeka, peserta didik tidak dipaksakan untuk mempelajari sesuatu hal yang tidak disukainya; sehingga mereka belajar  minat dan bakatnya. Jadi, sebetulnya Kurikulum Merdeka 'berpusat pada peserta didik, karena mereka mendapat didikan dan belajar sesuai minat dan bakat atau kebutuhan masing-masing.
Dengan itu Kurikulum Merdeka harus berdampingan atau bersamaan dengan (i) perbaikan pada infrastruktur dan teknologi pendidikan  (ii) perbaikan dalam hal kebijakan, prosedur, pendanaan, serta pemberian otonomi lebih kepada satuan pendidikan, (iii) perbaikan dalam kepemimpinan, masyarakat, dan budaya, dan (iv) perbaikan dalam kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Jadi?
Saya, termasuk hasil pendidikan zaman old serta mulai ngajar pada umur 20an berlanjut hingga 40 tahun berkutnya, masih saja 'gatal dan gatalan' tentang Pendidikan Nasional. Sehingga sangat serius memperhatikan ketika ada pernyataan Menteri tentang perubahan-perubahan seputar Pendidikan Nasioanal, termasuk perubaha kurikulum dan penghapusan jurusan di SMA. Memperhatikan tapi tak bisa protes apalagi ngomel berkelanjutan.
Seingat saya, pada tahun 2012, ada sejumlah Catatan Untuk Perubahan Kurikulum, (Opa Jappy 10 Oktober 2012), yang disampaikan ke sejumlah Anggota Parlamen sebagai masukan ketika Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu.