Kampung Sawah, Kabupaten Bekasi Jawa Barat | Salah satu perkembangan, cukup signifikan, pada lansia adalah menurunnya tingkat sensori tubuh yang menurun (misalnya pendengaran dan penglihatan) dan juga sensitifitas terhadap rasa serta bau.
Tapi, pada sejumlah lansia, termasuk saya, terjadi kebalikannya, terutama pada organ dengar atau pendengaran. Dalam artian, kupingnya atau 'sensor dengar' dalam kuping, lebih sensitif dari sebelumnya.Â
Sehingga mereka sangat terganggu jika ada kebisingan, ramai, ataupun suara tak beraturan. Jadi, jika saat lansia tidur, ada suara-suara yang mengganggu, dan ia/mereka terbangun, maka (akan) sulit tertidur serta nyenyak (lagi).
Lalu, bagaimana dengan kepekaan terhadap bau pada lansia? Asal tahu saja, menjadi lansia, adalah suatu kepastian; dan kepastian itu, diikuti bersahabat dengan balsem, obat gosok, minyak angin, minyak kayu putih, dan sejenisnya.
Nah. Karena 'persahabatan' tersebut, maka lansia terbiasa dengan bau-bauan minyak dan obat gosok. Ternyata, berdasarkan pengalaman, 'terbiasa' itu, terbawa hingga tidak mencium bau-bauan lainnya, misalnya pipis cucu, makanan, ataupun sampah.
Sehingga ada case (pengalaman teman), lansia dicurigai terpapar Covid-19, gara-gara ia tak mencium bau cucu yang dijaganya bab. Anaknya, langsung minta Si Teman ke dokter, karena curiga ayahnya terpapar Covid-19. Setelah diperiksa, Si Temah sehat, OTG pun tidak. Nah.
Memang sensori bau pada lansia, Â umumnya menurun dan tidak sensitif terhadap bau-bau tertentu. Tapi, tidak bermakna bahwa semuanya sebagai tanda-tanda awal penyakit, apalagi men-judge terkena Covid-19.
So, jangan kaget dan panik jika Opa-Oma tak rasakan atau tidak mencium bau apa-apa. Lakukan uji coba dengan cara lain, misalnya bau durian, gorengan ikan, sambal terasi, aroma terapi, dan lain-lain.
Cukuplah
Nantukan Serial Lansia Berikutnya