Cipanas, Jawa Barat | Ikhlas, sekali lagi, ikhlas. Tentu, dirimu dan diriku, pahami dengan baik makna kata tersebut. Tapi jika diminta untuk mempraktekan atau aplikasikan dalam hidup serta kehidupan keseharian, apakah dirimu dan diriku juga ikhlas lakukan? Itu, bagaimana nanti lah. Banyak orang akan menyebut, "Tergantung kejadian, peristiwa, kasus, dan apa masalahnya!"
Ya, ikhlas, sering dihubungkan menjadi 'tulus ikhlas;' merupakan salah satu kata (dan kata-kata) yang manis, sedap, enak, dan nikmat didengar serta disebut, tapi 'cukup sulit' Â untuk dipraktekan oleh siapa pun dalam hidup dan kehidupan setiap hari.
Ikhlas, dan juga tulus atau pun tulus ikhlas, seringkali dimaknai sebagai (sikon hati atau seseorang) 'menerima sesuatu apa adanya, rela hati, tanpa beban, protes, dan membiarkan apa-apa yang terjadi (walau menyakitkan dan terpaksa) sebagai 'tak ada dan tak pernah terjadi;' dilanjutkan dengan diam serta pasrah, bahkan memberi 'ribuan maaf' kepada mereka yang berbuat salah atau pun merugikan. Nah, jika pemaknaan ikhlas seperti itu, "Apakah dirimu dan diriku masih mau menyebut saya ikhlas?"
Misalnya, mobil anda sedikit tergores karena terserempet kendaraan lain, ikhlas; tapi tertabrak dan rusah berat, bisa ikhlas? Mengalami kerugian kecil karena karyawan membuat kesalahan, ikhlas; tapi jika rugi mencapai Rp. M, bisa ikhlas.  Atau, ikhlaskah ketika dirimu dan diriku mendapat cacian, fitnah, ataupun mendapat tudingan dan tuduhan telah berbuat sesuatu yang tak pernah tidak dilakukan? Dan masih banyak contoh; orang mampu memahami  ikhlas (dan tulus ikhlas) dengan baik, namun sulit untuk melaksanakannya. Jika seperti itu, "Apakah membuang dan menghilangkan kata ikhlas dari lemari berpikir kita?" Entahlah.
Perlu Pelatihan Diri
Segala sesuatu bisa karena terbiasa; bisa karena ada pembiasaan; bisa karena terlatih; bisa karena belajar dan berlatih. Sama juga dengan ikhlas (serta tulus ikhlas); mudah memahaminya, namun perlu berlatih, latihan, dan pembiasaan agar agar mampu melaksanakannya dalam hidup dan kehidupan keseharian.
Ikhlas (dan tulus ikhlas) tetap ada dan tak pernah hilang dari ingatan siapa pun; ia tetap ada dan terus menerus ada, sehingga tak seorang pun mampu menghindarinya. Jadi, 'mau tak mau' and 'suka tak suka,' pada saat tertentu, dirimu dan dirimu harus ikhlas serta ikhlaskan sesuatu, bahkan banyak hal atau pun 'terpaksa ikhlas.'
Percayalah, ikhlas mampu merobah interaksi dengan sesama.
So, monggo melihat diri, "Kapan saya terakhir kali bersikap ikhlas?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H